Warta

Gus Sholah Deklarasikan ‘Gerakan Menutup Lumpur Lapindo’

Kamis, 21 Februari 2008 | 22:35 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Sholahuddin Wahid (Gus Solah) mendeklarasikan ‘Gerakan Menutup Lumpur Lapindo’. Gerakan yang ia bentuk bersama mantan ketua umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syafi’i Ma’arif, itu dideklarasikan di Gedung DPR/MPR Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (21/2).

Menurut Gus Solah, korban Lapindo seharusnya menjadi persoalan yang harus diselesaikan terlebih dulu, termasuk di dalamnya relokasi korban. “Ada yang salah dalam mengurus persoalan lumpur Lapindo ini. Ada apa ini, berbagai solusi ditawarkan tapi tidak dilaksanakan,” katanya.<>

Hal yang sama diungkapkan Syafi’i. Menurutnya, bencana yang menimpa rakyat Sidoarjo itu harus segera diselesaikan. Bencana yang diakibatkan manusia ini bisa ditutup. “Karena itu, perlu ada usaha dan kerja keras mengatasi hal ini,” ujarnya.

Dia menepis apa yang dilakukannya merupakan manuver politik. “Ini bukan manuver politik tapi ingin menyelamatkan bangsa agar tidak jadi museum,” katanya.

Acara deklarasi itu bersamaan dengan peluncuran buku Membunuh Sumur Lapindo. Deklarasi diakhiri dengan menyanyikan lagu “Aku Mau Presiden Baru” oleh Franky Sahilatua.

Dalam kesempatan itu, pakar Geologi, Rudi Rubiandini, menjelaskan, semburan lumpur panas Sidoarjo jelas diakibatkan kelalaian penanganan proses pengeboran milik PT Lapindo Brantas. Semburan itu tidak bisa dikatakan sebagai bencana alam karena bukan timbul dengan sendirinya.

"Hal ini bukanlah bencana alam yang muncul dengan sendirinya, bukan mud volcano, gempa bumi maupun geothermal," ujarnya.

Rudi mendesak agar pemerintah segara mengambil tindakan konkret untuk menanggulangi masalah yang terus berkepanjangan itu. "Yang harus dilakukan ialah membuat lubang komunikasi dari permukaan ke dasar semburan dan membunuh sumber semburan," tambahnya.

Rudi menambahkan, kini forum juga merekomendasikan untuk menutup asal semburan lumpur lapindo dan memberi kompensasi kepada korban lumpur Lapindo berupa relokasi tempat tinggal serta penyediaan lapangan kerja untuk warga yang kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, Ekonom dan Pakar Statistik Jawa Timur, Kresnayana Yahya, memperkirakan, setiap hari Rp600 Miliar dana di Jawa Timur tidak terpakai untuk kegiatan ekonomi akibat bencana itu.

"Biayanya terpakai untuk menanggulangi semburan. Maka harus segera diambil langkah yang bisa beri peluang untuk keberhasilan penanggulangan secara permanen dan tuntas," kata Kresna. (okz/rif)