Warta

Haramkan Tari Poco-Poco Warga Malaysia Protes

Jumat, 1 April 2011 | 13:03 WIB

Petaling Jaya, NU Online
Tari atau joget Poco-poco asal Indonesia yang sedang trend di Malaysia, difatwa haram oleh sebagian  ulama negara bagian Perak, Malaysia. Namun fatwa itu diprotes dan akhirnya dibela oleh Wakil Menteri Datuk Dr Mashitah Ibrahim yang menegaskan bahwa Jakim (majelis ulama) tidak seharusnya mengharamkan Poco-poco.

“Sebab, tidak ada laporan dari warga Malaysia, kalau tarian asal Indonesia itu melanggar syariat Islam. Tariannya juga berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Mungkin jadi masalah di Perak, tapi tidak di negara bagian lain, karena hal itu dianggap senam," kata Mashitah seperti dilansir The Star, Jumat (1/4).
<>
Menurut Mashitah, fatwa haram ini bukan keputusan ulama se-Malaysia. Kenapa ulama di Perak mengharamkan poco-poco? Mufti Perak Tan Sri Harussani Zakaria yang mengumumkan pengharaman itu beralasan karena Poco-poco mengandung elemen agama Kristiani dan bahkan pemujaan arwah.

Padahal, Poco-poco sedang trend di seantero Malaysia. Semua elemen masyarakat berjoget Poco-poco. Aparat Polisi Diraja Malaysia, petugas National Service, guru, murid, selebriti bahkan politisi, semua sedang asyik bergoyang Poco-poco.

Mantan Mufti Perlin Dr Mohd Asri Zainul Abidin juga berpendapat tidak ada alasan rasional melarang Poco-poco jika alasannya untuk kesehatan tanpa elemen alkohol atau seks bebas. "Pendapat saya, Poco-poco bisa diterima, kecuali tujuannya memaksakan suatu kepercayaan yang tidak sesuai keimanan seseorang," katanya.

Ketua Pemuda Barisan Nasional, sayap pemuda koalisi partai berkuasa di Malaysia, Khairy Jamaluddin juga membela Poco-poco. Menurutnya, orang Malaysia pun tidak merasa kalau seandainya ada unsur-unsur yang ditudingkan ulama Perak seperti pemujaan arwah dan unsur agama lain.

Bahkan Khalid Samad, anggota biro politik pusat partai PAS, yang sangat keras terhadap penegakkan syariat, juga menganggap konyol alasan pengharaman Poco-poco. "Orang kan melakukan itu untuk olah raga tanpa unsur keagamaan di belakangnya," ujarnya.

Organisasi perempuan Malaysia, Sisters in Islam pun turut menyesalkan penggunaan fatwa sembarangan itu. "Kami mendesak komisi fatwa di semua negara bagian untuk melakukan riset mendalam dan berkonsultasi dengan segala pandangan sebelum mengeluarkan fatwa, daripada mengandalkan informasi yang bisa bias atau salah," kata manajer riset dan publikasi Sisters in Islam, Yasmin Masidi.(amf)