Warta

Hasyim Dukung Penarikan Tentara AS dari Libya

Senin, 4 April 2011 | 06:29 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mendukung langkah Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama untuk menarik pasukan militernya dari Libya. Sebab, kalau penggempuran itu dilanjutkan justru akan merugikan Obama di mata dunia Islam dan tidak pantas sebagai penerima hadiah nobel perdamaian.

“Perkembangan menarik adalah pernyataan Presiden AS Barack Obama yang menyatakan Amerika tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam invasi ke Libya dan mulai menarik armada militer dari zona larangan terbang Libia. Sebab langkah itu akan merugikannya di mata dunia Islam,” tandas Hasyim Muzadi di Jakarta, Senin (4/4).<>

Apa yang diprediksikan bahwa operasi koalisi barat di Libya adalah persoalan minyak (war for oil ) ternyata benar. Amerika tampaknya tidak punya perusahaan minyak di Libia, yang punya adalah Negara-negara eropa seperti Inggris, Perancis, Spanyol dan sebagainya.

Menurut Hasyim mereka dari Eropa banyak kesulitan tentang Khadafi yang berperangai eksentrik sehingga perlu "menumpang kepentingan" atas nama kemanusiaan dalam pemberontakan di Libya .

Jadi Amerika tidak bisa terus menerus ikut operasi di Libya kecuali sebatas "solidaritas barat", serta Obama yang selalu mengobarkan "soft policy" terhadap dunia Islam bisa merugi secara politis termasuk namanya sebagai pemenang piala nobel dunia.

Di sisi lain Eropa spekulatif, karena kalau Moammar Khadafi sampai menang, Eropa akan rugi besar, maka dia berusaha membagi Libia menjadi dua, barat dan timur, karena timur penghasil minyak serta banyak investasi Eropa di situ. Wiayah Timur relatif basis oposisi.

Yang pasti lanjut Hasyim, negara-negara arab penghasil minyak sangat diuntungkan dengan adanya krisis libya karena harga minyak naik mendadak dari 80 ke 110 dolar per barel . Hitung saja kalau saudi arabia penghasil minyak terbesar di dunia mencapai 9 juta barel sehari, berarti bisa mendapat 270 juta dolar per hari. Bagaimana kalau dihitung selama satu bulan?

Selanjutnya, Qatar yang menghasilkan 2 juta barel sehari, Bahrain dan kuwait yang bisa mencapai 2 sampai 3 juta berel sehari. Tentu mereka dapat rezeki dadakan yang luar biasa. Namun, negara pengimpor minyak yang ‘miskin’ seperti Indonesia , Banglades , Pakistan dan sejumlah Negara lainnya tidak dapat menikmati rizki dadakan tersebut.

Mereka terkapar, karena sebagai Negara miskin sama halnya dengan hanya "setor" ke eksportir minyak besar. Karena itu, Indonesia sendiri secara politis haruslah tegas mendorong Negara-negara Timur Tengah agar melakukan demokrasi ekonomi dan politik agar tidak ada kekuasaan seumur hidup.

Di lain pihak, Indonesia juga harus tegas menentang agressi asing yang numpang di setiap pemberontakan. Apalagi kalau pemberontakan tersebut didesain oleh asing. “Ini sangat berbahaya karena Indonesia pun juga dapat diperlakukan seperti itu,” tambah Hasyim.

Mereka bisa menyulut pemberontakan kemudian melakukan intervensi atau invasi berdasarkan "kemanusiaan". Tapi sayang di Indonesia, kita bicara apa saja, kecuali "meminta ketegasan " “Jadi, Indonesia harus selalu waspada,” ujar Sekjen ICIS ini mengingatkan.(amf)