Warta

Iran Lebih Menghargai Dukungan PBNU

Selasa, 27 Maret 2007 | 12:21 WIB

Jakarta, NU Online
Pemerintah Republik Islam Iran lebih menghargai sikap dukungan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan lainnya, dalam kasus penjatuhan sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) pada negaranya. Demikian diungkapkan Duta Besar Iran untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (27/3)

Behrooz mengaku senang meski DK PBB—melalui Resolusi 1747 yang disepakati pemerintah Indonesia bersama 15 negara anggota lainnya—telah menjatuhkan sanksi pada negaranya terkait program pengembangan nuklir. Karena dalam dua hari terakhir, pihaknya terus mendapat dukungan moral dari ormas Islam di Indonesia, seperti PBNU dan Pengurus Pusat Muhammadiyah. Juga dari kalangan DPR.

<>

Menurutnya, draf resolusi yang melarang Iran mengekspor senjata dan pembatasan penjualan senjata ke Iran serta pembekuan aset milik 28 lembaga atau perorangan yang berhubungan dengan program nuklir dan rudal Iran itu ada hikmahnya. “Berkah resolusi ini adalah memperkokoh hubungan di antara kita, umat Islam,” ucapnya.

Negeri Kaum Mullah pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad itu juga dibatasi untuk memperoleh bantuan keuangan. DK PBB memberi batas waktu 60 hari setelah resolusi agar Iran menghentikan program nuklirnya. Jika diabaikan, DK PBB bisa mengambil langkah yang lebih pantas berupa sanksi ekonomi, bukan militer.

Meski sanksi itu dinilai cukup berat, Behroz mengungkapkan, negaranya tidak akan menghentikan pengayaan uraniumnya, karena hal itu dilakukan untuk tujuan damai. Dia yakin bangsa-bangsa yang cinta damai akan mendukung dan membela hak-hak Iran, termasuk dalam hal program nuklirnya.

“Kami telah memprediksi resolusi tersebut sejak lama. Kami yakin tekanan Amerika Serikat akan terus berlanjut, karena kami tidak akan mundur dari hak kami yang sah,” tegas Behrooz.

Dalam kesempatan itu, Behrooz menyentil ketidakkonsistenan sikap pemerintah Indonesia yang turut mendukung resolusi DK PBB. Ia mengibaratkan Indonesia adalah teman yang melempar batu pada temannya sendiri. “Kalau seorang musuh melempar batu, itu bisa lukai tubuh. Tapi kalau dilempar oleh teman sendiri, itu selain melukai tubuh, juga lukai hati,” sindirnya.

Meski demikian, Behrooz mengungkapkan, Iran tak akan berupaya merusak hubungan baik dengan Indonesia. Negaranya akan tetap menjalin hubungan dengan Indonesia, utamanya di bidang ekonomi. “Hubungan ekonomi akan jalan terus, karena bermanfaat untuk dua bangsa. Bahkan akan dilanjutkan dan ditingkatkan lagi karena dua bangsa ini punya potensi yang cukup baik,” ujarnya.

Jadi alat kelompok tertentu

Behrooz menyayangkan DK PBB yang seharusnya bertugas untuk mengamankan dunia, tetapi justru menjadi alat bagi kelompok-kelompok tertentu. Dia mencontohkan saat Israel menyerang Palestina dan Lebanon, lembaga tersebut tak mampu berbuat banyak.

Masalah nuklir, imbuhnya, seharusnya yang berhak menangani adalah Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), bukan DK PBB. “Nuklir Iran telah diubah Amerika Serikat dari arah teknis menjadi politis,” tukasnya.

Resolusi DK PBB dan sanksi yang akan diterima negaranya, kata Behroz, bukan hal baru bagi Iran. Sebab negara tersebut sudah terbiasa dijatuhi sanksi, ditekan dan diboikot.

“Dulu sebelum Revolusi Islam Iran, mereka (negara Barat) tawarkan nuklir sendiri pada Iran, untuk bangun 23 pembangkit listrik tenaga nuklir. Sekarang, kita ingin bangun 12 pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kemampuan sendiri justru ditentang,” paparnya. (rif)