Warta

Jangan Ada Penghancuran Sistematik Terhadap Pesantren

Senin, 28 November 2005 | 12:27 WIB

Tegal, NU Online
Keinginan pemerintah untuk melakukan "pengawasan intensif" atas pesantren-pesantren menyebabkan antusias warga pesantren kepada pemerintah semakin menurun.

Pernyataan itu disampaikan Kiai Ahmad Sa’udi, pengasuh Pondok Pesantren Cikura Bojong, Tegal, Ahad (27/11), usai memberikan pengajian rutin di pesantren yang dipimpinnya. Pengajian diadakan dua kali seminggu, dihadiri sekitar 5000 orang yang terdiri dari santri dan masyarakat sekitar pesantren.

<>

Diskursus seputar pengawasan pesantren pertama kali dimunculkan oleh Wapres Jusuf Kalla saat buka puasa bersama KAHMI di kantor Wapres, bulan Ramadlan lalu. Pemerintah beranggapan bahwa pesantren dimungkinkan menjadi tempat pelatihan bagi para teroris sebelum melakukan aksinya. Namun, menurut Kiai Ahmad Sa’udi, anggapan itu telah menyinggung perasaan kalangan pesantren.

"Itu Jusuf Kalla nggak usah ngurusi pesantren, pesantren sudah ada pengurusnya. Urusi aja BBM biar murah bagaimana," kata Kiai Ahmad Sa’udi mengutip kata-kata Gus Dur. "Itu kan biar pemerintah dikata, eh kowe kerja tenanan oleh pihak luar (kalian telah bekerja sungguh-sungguh: red). Ya, terserah.Tapi orang pesantren semakin tidak simpati pada SBY dan Jusuf Kalla," katanya lagi.

Kiai Ahmad Sa’udi mengatakan, keinginan pemerintah untuk mengawasi pesantren dengan cara memunculkannya sebagai "wacana publik" itu sama halnya dengan keinginan untuk menjauhkan masyarakat dari lingkungan pesantren dan para kiainya.

"Pengawasan pesantren lebih berbahaya dari pada tsunami, atau bencana alam lainnya. Ini namanya bencana agama. Bagaimana mungkin negara kita menjadi negara yang beragama kalau orang belajar agama saja diawasi, orang mengaji koq dicurigai" katanya.

Kiai Ahmad Sa’udi berharap kalangan pesantren selalu waspada dengan berbagai pihak yang tidak senang dengan pesantren tradisional (salaf). Menurtnya, pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan berbagai upaya agar para kiai kharismatik dijauhi oleh masrakat karena menakutkan otoritarianisme pemerintah waktu itu, misalnya dengan cara memperketat standarisasi pendidikan untuk pesantren. Saat ini, katanya, yang dilakukan pemerintah lebih dari sekedar Orde Baru.

"Jangan sampai ada penghancuran sistematik terhadap pesantren. Umat Islam nggak usah resah dengan pendapat orang yang nggak suka pesantren. Dari dulu yang anamanya Abu Jahal ya begitu-itu. Kita tenang-tenang saja. Yang penting, jangan biarkan bodoh menguasai diri kita," katannya sembari menyodorkan beberapa hal penting dalam tradisi dan pembelajaran pesantren yang tampak remeh namun penting dalam rangka memperbaiki kondisi bangsa yang semakin didera krisis.

Kiai Ahmad Sa’udi berbeda dengan kebanyakan kalangan pesantren yang mengecam Jusuf Kalla karena menuduh pesantren sebagai pelaku terorisme. Menurutnya, Jusuf Kalla hanyalah alat atau diperalat oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kita jangan Cuma lihat Jusuf Kalla. Itu kan biar yang jelek di luar Jusuf Kalla saja, sementara SBY tetap aman popularitasnya. Politik SBY kan begitu. Siapa yang tidak tahu SBY dan siapa para pendukungnya," katanya.

Kiai Ahmad Sa’udi berharap agar pemerintah berkonsentrasi memikirkan aksi terorisme lain yang diderita oleh masyarakat. "Seumpama kami membuat kebijakan yang menyengsarakan petani berarti kami telah melakukan teror," katanya menyinggung beberapa kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. (anm)