Warta

Khofifah: Playboy Indonesia Harus Diperlakukan Seperti Minuman Keras

Jumat, 7 April 2006 | 05:01 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pucuk Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa menyatakan, jika benar majalah Playboy Indonesia tetap terbit pada Jumat (7/4) dan pemerintah tak berdaya melarangnya maka harus dibuat aturan peredaran majalah itu seperti halnya minuman keras.

"Jika memang Playboy Indonesia tetap terbit dan pemerintah tak berdaya melarangnya maka pemerintah masih memiliki kewenangan untuk mengaturnya. Pemerintah harus membuat regulasi yang memberlakukan majalah itu sama dengan minuman keras," kata Khofifah di Jakarta, Kamis.

<>

Artinya, kata Khofifah, sebagaimana minuman keras, Playboy Indonesia hanya boleh dijual di tempat-tempat tertentu dan pembelinya harus dikenai persyaratan tertentu pula misalnya batas usia dan keharusan pembeli menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai bukti telah memenuhi syarat usia.

Menurut Khofifah, sejak awal beredarnya isu akan keluarnya majalah waralaba (franchise) itu, bangsa Indonesia telah berhadapan dengan kapitalisme global yang memiliki produk antara lain industri media. "Saya khawatir ini kooptasi kaum kapitalis pada penguasa," katanya.

Ditanya apakah Muslimat akan melaksanakan aksi seperti unjukrasa terkait terbitnya Playboy Indonesia, Khofifah mengatakan, Muslimat, juga Nahdlatul Ulama (NU), memang menolak tapi bukan menjadi bagian yang ikut turun ke jalan.

"Jadi, kami hanya bisa meminta pemerintah membuat regulasi peredarannya dan berharap masyarakat mampu memilah dan memilih bacaan," katanya.

Ungkapan senada dikemukakan Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan. Dikatakannya, MUI dan banyak lagi kalangan lain yang telah berupaya agar majalah itu tidak terbit, namun upaya itu terancam gagal jika Playboy Indonesia tetap terbit Jum’at.

"Di Asia selama ini yang punya majalah Playboy hanya Jepang. Jika jadi terbit berarti Indonesia akan menjadi negara Asia kedua yang menerbitkan majalah yang merupakan ikon pornografi itu. Dengan demikian, benar isu bahwa Indonesia merupakan syurga pornografi," katanya.

Tak percaya

Khofifah tegas menyatakan tak percaya dengan dalih penerbit Playboy Indonesia bahwa majalahnya nanti tidak akan berisi foto bugil seperti majalah induknya. Dikatakannya, sebuah franchise pasti memiliki standardisasi dan kualifikasi sama karena berpengaruh pada imej.

"Jadi, saya tak percaya Playboy Indonesia boleh tak memenuhi standar dan kualifikasi yang ditentukan pusatnya. Ingat, ini bagian dari korporasi multinasional. Mungkin di awal-awal akan beda tapi lama kelamaan pasti akan mengarah ke sana," katanya.

Ungkapan ketidakpercayaan juga dilontarkan Amidhan. Dikatakannya, sebagai majalah franchise Playboy Indonesia tidak mungkin akan jauh dari majalah aslinya. "Masyarakat pun yakin, nanti sedikit demi sedikit pasti akan sesuai dengan watak aslinya," ujarnya.

Amidhan masih berharap pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika, tidak tinggal diam. Menurut dia, meski sekarang tidak ada lagi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) tapi pemerintah masih bisa melakukan pengaturan.

"Apalagi ada perbedaan antara penerbitan pers dan ini terkait dengan kebebasan pers dengan penerbitan umum bukan pers. Kalau pemerintah tidak berdaya saya khawatir nanti masyarakat sendiri yang bertindak," kata Amidhan. (ant/mkf)