Warta

Lakpesdam Desak Pemerintah Tak Diskriminasikan Madrasah dan Pesantren

Jumat, 15 Desember 2006 | 02:16 WIB

Palembang, NU Online
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) mendesak pemerintah tak mendiskriminasikan madrasah dan pondok pesantren. Pemenuhan 20 persen anggaran untuk pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), seharusnya dialokasikan juga kepada dua lembaga pendidikan informal tersebut.

Demikian salah satu di antara 7 pokok-pokok pikiran hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Lakpesdam NU, di Hotel Carrisima, Palembang, Sumatera Selatan. Acara yang digelar sejak 12-14 Desember itu diikuti 100 perwakilan pengurus wilayah dan pengurus cabang Lakpesdam NU se-Indonesia.

<>

Ketua Pengurus Pusat Lakpesdam NU Nasihin Hasan mengatakan, selama ini pemerintah seolah-olah memandang sebelah mata terhadap madrasah dan pesantren. Padahal, menurutnya, kedua lembaga pendidikan tersebut, selama ini juga turut berperan dalam upaya mencerdaskan bangsa. Pesantren, terutama, juga membantu menjalankan tugas negara dalam hal pendidikan.

“Tidak ada yang menandingi pesantren. Di dalamnya ada interaksi antara siapa saja dalam waktu 24 jam. Hubungan antara guru dengan guru, guru dengan murid, guru-murid dengan kiai, guru-murid-kiai dengan masyarakat. Melalui salat jum'at, melalui majelis taklim. Gak ada di dunia ini yang seperti itu,” terang Nasihin usai penutupan Mukernas Lakpesdam NU, Kamis (14/12) malam.

Lakpesdam NU, menurut Nasihin, perlu menegaskan hal itu karena pengembangan sumber daya manusia bangsa Indonesia, pada intinya adalah pendidikan. Sementara ini, katanya, masih banyak masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memperoleh pendidikan karena mahalnya biaya. Terutama di daerah pedesaan, pesantren mampu mengatasi hal itu.

“Kenapa kita ngomong pesantren. Karena NU banyak melakukan aktivitas di situ,” tandasnya.

Selain masalah pendidikan, Mukenas Lakpesdam NU juga menghasilkan keputusan yang berisi desakan kepada pemerintah untuk memberikan layanan kesehatan gratis bagi  masyarakat miskin dan perlindungan terhadap lingkungan hidup secara optimal.

“Masalah kesehatan, sebetulnya ada penurunan sistem layanan. Dulu ketika Orde Baru, ada Puskesmas, Puskesmas Pembantu, kemudian ada yang namanya Posyandu, ada kartu sehat. Di situ kan semuanya gratis. Angka kematian bayi bisa menurun. Kematian ibu melahirkan juga begitu,” urai Nasihin.

Keputusan penting lain yang dihasilkan dalam Mukernas tersebut, antara lain, mendesak pemerintah agar lebih taktis-strategis dalam mengawal akselerasi program pengentasan kemiskinan yang dibuktikan dengan kebijakan-kebijakan yang mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi serta peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Mendesak pemerintah untuk lebih memperluas ruang-ruang partisipasi warga dalam proses pembangunan dan pembuatan kebijakan publik.

Mengajak seluruh elemen bangsa untuk mengembalikan karakter bangsa yang ramah dan toleran agar agama tidak dijadikan alat politik dan sebagai pembenaran untuk melakukan kekerasan.

Mendorong seluruh masyarakat untuk menjadi warga yang aktif dan menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal serta praktek musyawarah di tingkat lokal masing-masing, sebagai basis untuk penguatan masyarakat sipil.

Mengundang para pemimpin di negeri ini baik di garis pemerintahan, politisi, budayawan, pelaku ekonomi, dan agamawan untuk mengedepankan hati nurani, amanah dan kejujuran, serta rasa kebangsaan sehingga menjadi panutan yang baik (uswah hasanah). (rif)