Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penghentian segala kegiatan keagamaan Ahmadiyah tak bisa digugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sebab, surat yang ditandatangani Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung itu, dalam sistematika perundang-undangan bermasalah. Kata Hakim MK, Mahfud MD, pada dalam Seminar di Hotel Millenium, Jalan Fakhrudin, Jakarta, Kamis (12/6).<>
"Mahkamah Konstitusi tidak berwenang menilai SKB Ahmadiyah. Berdasarkan ketentuan pasal 24 C UUD 1945, Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar," terang Mahfud.
Judicial review melalui MA pun memiliki persoalan. Pasalnya, SKB tidak termasuk sebagai jenis peraturan sebagaimana diatur UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Guru Besar Fakultas Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, itu menjelaska, jika diperkarakan ke PTUN, juga kurang tepat. Karena, SKB itu dapat dinilai sebagai peraturan, bukan penetapan karena ada muatannya yang bersifat umum.
Namun, imbuhnya, ada cara untuk membatalkan surat yang menuai kontroversi itu, yakni melaui pengujian Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 yang menjadi dasar penerbitan SKB itu. UU tersebut bisa diujikan ke MK.
Jika UU itu dibatalkan, maka SKB juga akan mengalami hal yang sama. "Ya, akan terpengaruh, karena undang-undang yang menjadi dasarnya sudah dibatalkan," jelas mantan anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI itu.
Cara lain, katanya, melalui amandemen konstitusi. Ketentuan pasal 24 C UUD 1945 harus direvisi dengan tambahan constitutional complain, yaitu keluhan konstitusional akibat berlakunya peraturan bukan sekelas undang-undang.
"Ada baiknya kita memikirkan kemungkinan constitutional complain atau keluhan konstitusional untuk ditambahkan menjadi kewenangan MK jika kelak ada amandemen lanjutan UUD 1945," kata Mahfud.
"Jadi definisi constitutional complain, pengajuan perkara MK atas pelanggaran hak konstitusional yang tidak ada instrumen hukum di atasnya. Untuk memperkarakannya tidak tersedia lagi atasnya jalur penyelesaian hukum (keadilan)," imbuhnya. (dtc/rif)
Terpopuler
1
Menag Nasaruddin Umar akan Wajibkan Pramuka di Madrasah dan Pesantren
2
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
3
Kiai Ubaid Ingatkan Gusdurian untuk Pegang Teguh dan Perjuangkan Warisan Gus Dur
4
Pilkada Serentak 2024: Dinamika Polarisasi dan Tantangan Memilih Pemimpin Lokal
5
Dikukuhkan sebagai Guru Besar UI, Pengurus LKNU Jabarkan Filosofi Dan Praktik Gizi Kesehatan Masyarakat
6
Habib Husein Ja'far Sebut Gusdurian sebagai Anak Ideologis yang Jadi Amal Jariyah bagi Gus Dur
Terkini
Lihat Semua