Warta

Masdar F. Mas'udi: Indonesia Layak Jadi Imam Negara Islam

Rabu, 12 Oktober 2005 | 02:59 WIB

Semarang, NU Online
Negeri mana yang memiliki potensi menjadi imam negara Islam, superpower penyeimbang Amerika? Saya kira Indonesia!" Pernyataan tegas itu meluncur  dari mulut Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama, Dr Masdar F Mas'udi, Senin (10/10) malam.

Kalimat itu dilontarkannya di hadapan puluhan peserta ceramah keagamaan bertajuk "Islam dan Pembangunan Peradaban" yang diselenggarakan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo dengan Hotel Graha Santika di Ruang Borobudur hotel tersebut. Kontan, ucapan Ketua PBNU itu mengundang antusiasme peserta yang ingin mendengarkan lebih lanjut penjelasannya. Satu-dua orang malahan tak segan-segan bertepuk tangan mengumumkan persetujuan mereka dengan tesis itu.

<>

Masdar mengungkapkan, Indonesia berpotensi sebagai imam atau pemimpin negara Islam karena empat kelebihan. Keempat nilai plus itu adalah luasnya wilayah nusantara, kekayaan alam yang luar biasa, letak yang strategis dan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. "Negara lain seperti Turki dan Iran, misalnya, berpeluang kecil. Turki karena obsesinya sendiri menjadi bagian dari Uni Eropa, sedangkan Iran tak mungkin karena Islamnya adalah Syiah," paparnya.

Sebelumnya, Masdar dalam awal ceramah menyebutkan hanya ada dua peradaban global yang masih bertahan di zaman modern ini, yakni Barat dan Islam. Beberapa peradaban sebelumnya, seperti Cina, India dan komunisme telah runtuh. Peradaban Barat yang kapitalistik dengan komando Amerika Serikat tak memiliki tandingan dan menjadi kekuatan hegemonik seiring runtuhnya Uni Soviet.

"Amerika Mahakuasa. Dominasinya tak terbendung dan telah meluluhlantakkan beberapa bagian dunia Islam. Efeknya, muncullah harted ideology atau ideologi kebencian dengan wujudnya terorisme. Maka, Islam butuh satu negara yang bisa menjadi imam dan pelindung relatif," tandasnya.

Beliau menambahkan, kebutuhan akan imam itu diniatkan pada keseimbangan kekuatan global. Umat Islam, imbuhnya, mendunia bukan untuk menguasai dunia, melainkan untuk menjamin rahmatan lil alamin dan tegaknya keadilan di muka bumi.

Pada ceramahnya itu, Masdar juga melontarkan kritikan atas fakta mental umat yang dinilainya "sakit". Psikologis umat disebutnya selalu bersiap diri seakan-akan dalam keadaan terancam. "Kita selalu menyalahkan orang lain sebagai biang yang menzalimi, merekayasa dan sebagainya. Kita juga selalu 'menunggu Godot', menanti-nanti nasib baik menghampiri. Ada yang salah secara serius dalam keberislaman kita," tuturnya.

Masdar menyerukan kepada para pemimpin agama untuk membimbing jamaahnya melakukan revolusi mental. Menurutnya, mental umat tak kreatif karena terlalu berat memikul beban sejarah. Dicontohkan, khatib pada shalat Jumat selalu memegang tombak seolah-olah siap siaga berperang. Dengan berkelakar, dimintanya penggantian tombak dengan pena, simbol lain yang lebih islami.

"Tarikh atau sejarah yang diajarkan kepada anak-anak kita pun isinya berkutat pada dilakukannya perang oleh nabi untuk menyebarkan agama. Di kota, khatib mungkin tak memegang tombak, tapi materi khutbahnya keras dan banyak membangun kebencian."

Selain Masdar, penceramah lain yang menyampaikan materinya malam itu adalah Dr Yusuf Suyono, dosen IAIN Walisongo. Senada dengan Masdar, Yusuf juga memaparkan perlunya kembali umat Islam membangkitkan kembali peradabannya dengan membangun sikap mental yang positif.

Ceramah yang berlangsung seusai shalat tarawih itu juga dihadiri Wakil Gubernur Jateng Ali Mufiz, Ketua PWNU Moh Adnan, Rektor IAIN Walisongo Abdul Djamil, Rektor Unimus Abu Su'ud, dan dibuka oleh GM Graha Santika, Purwantono. (sm/Die)