Warta Dugaan Flu Burung dari Vaksin Ilegal

Menteri Pertanian Terkejut

Rabu, 12 Oktober 2005 | 06:03 WIB

Jakarta, NU Online
Menteri Pertanian Anton Aprijantono  menyatakan rasa terkejut dan akan mengusut dugaan penyebaran virus flu burung melalui vaksin ilegal demi terjual vaksin avian influenza (AI) yang legal.

Mentan seperti dikutip ANTARA di Jakarta, Rabu, mengakui sudah menerima laporan singkat (sumary) dari Irjen Deptan Zaenal Bachruddin  tentang dugaan penyebaran virus tersebut.  "Tetapi baru laporan singkatnya. Dan yang harus diklarifikasi juga adalah antara fakta dan intepretasi atas kasus tersebut," kata Anton.

<>

Ketika ditanya apakah pihaknya akan mengusut perusahaan-perusahaan yang memproduksi vaksin tersebut, Anton menyatakan hal itu di luar kewenangannya. "Penunjukan perusahaan tersebut terjadi ketika saya belum menjadi Mentan," katanya.

Sebelumnya koran Media Indonesia (12/10) menyebut Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian mengungkapkan ada upaya pihak-pihak tertentu untuk menyebarkan virus flu burung ke seluruh Indonesia melalui vaksin ilegal. Tujuannya, agar vaksin legal terus terjual di pasaran.

Temuan tersebut tercantum dalam laporan dugaan korupsi di Departemen Pertanian yang disampaikan Inspektur Jenderal Zaenal Bachruddin kepada Kejaksaan Agung akhir pekan lalu. Berkas laporan itu, menyebutkan anggaran tanggap darurat 2004 penanggulangan wabah avian influenza (virus penyebab flu burung) untuk memproduksi vaksin avian influenza (AI) sebesar Rp56,986 juta berindikasi kuat terjadi korupsi.

Perusahaan yang ditunjuk untuk memproduksi vaksin AI ialah PT Vaksindo Satwa Nusantara sebanyak 146,7 juta dosis, PT Medion Farma Nusantara (146,7 juta dosis), dan instansi pemerintah yakni Pusvetma (5 juta dosis), Balivet (1,5 juta dosis), serta Fakultas Kedokteran Veteriner Bogor sebanyak 2,5 juta dosis. Inspektorat Jenderal menemukan indikasi korupsi dalam masalah itu.

Dalam kontrak pengadaan vaksin AI telah tercantum persyaratan teknis yang merujuk pada ketentuan Office International des Epizooitics (OIE). Namun, faktanya kualitas vaksin yang diproduksi tidak memenuhi persyaratan itu sehingga tingkat proteksi vaksin terhadap penyakit cukup rendah (sekitar 11,8 persen-28 persen).

Sebelumnya Siaran pers Deptan (ANTARA, 9/10) menyebutkan penyimpangan pembuatan vaksin tak hanya merugikan negara dalam bentuk materi, namun juga mengurangi efektivitas vaksinasi atau tingkat proteksi vaksin rendah.

Asumsi itu diperkuat dengan laporan tahun 2004 Pemda Bali, Jatim, Jateng, dan Jabar yang menunjukkan tingkat proteksi vaksin hanya berkisar 11,8 persen sampai 28 persen saja.

Direktorat Kesehatan Hewan (Dirkeswan) pada saat itu, yang meminta perbaikan kualitas vaksin, namun ada ketidaksanggupan dari kontraktor untuk perbaikan tersebut. Inspektur Jenderal Departemen Pertanian Zaenal Bachruddin mengatakan vaksin AI seperti itu tidak menyembuhkan, tapi malah memasukkan jenis penyakit baru. (atr/mi/cih)