Jakarta, NU Online
Selain wajib melatih diri dengan berpuasa Ramadhan selama sebulan penuh, umat Islam baik laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, kaya maupun miskin asal punya kelebihan makanan diwajibkan membayar zakat fitrah untuk menyempurnakan ibadah puasanya.
Kata “fitrah” merujuk kepada keadaan manusia ketika baru dilahirkan. Fitrah artinya suci dan alami seperti sedia kala, sehingga dengan berpuasa Ramadhan dan mengeluarkan zakat fitrah ini manusia seakan telah terlahir kembali.
Pengaj<>ian Ramadhan Online kitab “Manahijul Imdad” karya ulama besar Nusantara Syeikh Ihsan Jampes, Selasa (2/10) kemarin mengambil tema “Makna Zakat Fitrah”. Pengajian dipandu oleh KH Arwani Faisal dari Lembaga bahtsul Masail (LBM) PBNU disiarkan dari ruang redaksi NU Online, Lantai V Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Setiap muslim diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri, keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak kecil, laki-laki maupun wanita, sekalipun di sebuah kampung atau komplek dia termasuk yang termiskin.
Sekalipun orang termiskin tadi juga tetap menerima zakat, atau mengeluarkan zakat dan menerima zakat sekaligus, karena menyucikan diri itu diperlukan oleh siapa saja, tidak tergantung kelas ekonomi. Sama dengan syariat puasa, orang miskin pun berpuasa.
Besaran zakat yang dikeluarkan sebagaimana diperintahkan Nabi adalah satu sha'. Suku-suku di Arab sana berbeda-beda dalam menerapkan satu sho’ ini. Ada yang seukuran batok atau dua genggaman orang dewasa. Di Indonesia, ukuran 1 sho’ itu ditatapkan 2,5 kg saja, berupa beras atau makanan pokok lainnya.
Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan, paling lambat sebelum orang-orang selesai menunaikan Shalat Id, dan lebih baik dikeluarkan usai terbenam matahari di akhir Ramadhan dan sebelum shalat Id. Jika waktu penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk dalam kategori zakat fitrah melainkan sedekah biasa.
Inilah zakat fitrah. Bahwa pembersihan diri itu harus dilakukan segera. “Jangan sampai zakat fitrah bertumpuk di masjid, harus segera dibagikan kepada mustahiqnya,” kata Kiai Arwani.
Penerima Zakat ada 8 asnaf atau golongan yakni fakir, miskin, amil (panitia zakat), muallaf (orang yang baru masuk Islam), hamba sahaya (dulu dimaksudkan budak), gharim (orang yang berhutang), sabilillah (pejuang/guru tanpa gaji), dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan). Dua golongan pertama yakni fakir dan miskin menjadi prioritas.
Nah jika fakir-miskin yang ada lebih membutuhkan uang dari pada makanan pokok maka zakat fitrah dengan uang seharga 2,5 kg beras itu terasa lebih baik. “Asal jangan dibayar dengan pulsa saja,” kata Kiai Arwani bergurau.
Lebih baik zakat fitrah disalurkan melaui amil atau panitia zakat setempat yang adil dan dapat dipercaya agar zakat fitrah dapat tersalurkan kepada yang benar-benar berhak menerimanya, karena kemiskinan itu lebih-lebih adalah persoalan sosial.(nam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua