Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Jakarta, Arbi Sanit, mengatakan, ulama dan kiai pondok pesantren tak dilarang berpolitik. Karena mereka juga warga negara yang punya hak dalam bidang tersebut. Namun, jika memang harus berpolitik, maka konsekuensinya harus menanggalkan tugas keulamaan atau kekiaiannya.
“Jangan mengurus dua-duanya: politik dan agama atau pesantren. Karena keduanya merupakan hal yang berbeda, tidak bisa digabung sekaligus,” terang Arbi dalam diskusi pada Muhasabah Nasional Alim Ulama di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (28/5).<>
Arbi menjelaskan, dunia politik dan dunia dakwah Islam memiliki banyak perbedaan. “Politik itu dunia ‘abu-abu’ (baca: tidak jelas antara kebaikan dan keburukan), penuh intrik, kotor, penuh tipu daya. Sementara, agama adalah masalah moral yang menjunjung tinggi kejujuran. Dia merupakan wilayah yang suci,” jelasnya.
Jika keduanya dicampuradukkan, imbuh Arbi, maka mesti ada urusan yang tidak beres di antara salah satunya. Ulama dan kiai atau tokoh agama mestilah akan memerankan sebagai penguasa yang penuh intrik. Di sisi lain, persoalan umat yang sangat membutuhkan peran ulama akan terbengkalai.
Ia mencontohkan fenomena yang berkembang belakangan ini. Peran ulama dalam bidang politik kekuasan semakin meningkat, tidak seperti pada masa-masa sebelumnya. Namun, di saat itulah, para ulama dan kiai justru meninggalkan tanggung jawabnya sebagai pengayom dan pembimbing umat.
“Ada peningkatan tajam peran ulama dalam politik. Artinya, peran ulama membesar, tapi dampaknya (manfaatnya) mengecil. Banyak ulama yang menjadi politisi, bahkan juga ada yang menjadi penguasa partai,” jelas Arbi di hadapan para ulama dan kiai pendukung Partai Kebangkitan Bangsa kubu Ketua Umum Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar itu.
Sejumlah kiai yang hadir pada kesempatan itu, di antaranya, KH Nurul Huda Jazuli (Kediri, Jatim), KH Sulthon Abdul Hadi (Jombang, Jatim), KH Dimyati Rois (Kendal, Jateng), KH Mujib Ridwan (Jateng). Ada juga KH Muhtadi (Banten), KH Aziz Mangunjaya (Tasikmalaya, Jabar), KH Jamal (Lampung), KH Rahman (Lampung), KH Sanusi Baco (Sulawesi Selatan) dan Tuan Guru H. Hulaimi Umar (Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat). (rif)
Terpopuler
1
Ketua PBNU Gus Ulil Resmikan Kampung Bakti NU Kalimanggis di Jatisampurna Bekasi
2
Resmi Dimulai, PBNU Luncurkan Digdaya Persuratan untuk Tingkat PCNU
3
Pola Pengasuhan ala Gus Dur-Nyai Sinta: Suami Istri Saling Menghargai, Orang Tua Hindari Memerintah Anak
4
Tadarus Al-Qur'an dan Sedekah, Amalan Orang Saleh di Bulan Syaban
5
Bagaimana Cara Membangun Keluarga Maslahat? Ini Fondasi, Pilar, dan Atapnya
6
Keluarga Maslahat ala KH Bisri Syansuri (2): Merintis Pesantren Putri Pertama di Indonesia Bersama Istri
Terkini
Lihat Semua