Warta

PKB Ancam Pemakzulan Presiden Terkait Kenaikan BBM

Senin, 19 Mei 2008 | 06:41 WIB

Jakarta, NU Online
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kubu Ketua Umum Dewan Syura KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengancam akan melakukan pemakzulan (impeachment) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Langkah itu akan dilakukan jika Presiden tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai terkait rencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada sidang paripurna.<>

"Kalau DPP (PKB) menilai bahwa Presiden melanggar konstitusi dan Presiden harus di-impeachment, maka itu yang akan dilakukan," kata Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI, Effendy Choirie kepada wartawan di Hotel Kartika Chandra, Ahad (18/5) kemarin.

Effendy menjelaskan, tidak seluruh keinginan tersebut bisa diakomodasi Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Karena Bamus hanya memanggil Presiden untuk konsultasi. Namun, jika tidak puas, FKB tetap akan menyatakan penolakan kebijakan tersebut.

Hal senada dikatakan Gus Dur. Menurutnya, FKB siap berhadapan dengan pemerintah. "Itu berarti segera kita akan melihat konfrontasi total," kata Gus Dur.

Gus Dur menjelaskan, penolakan itu memang perjuangan yang berat karena masalahnya tidak hanya sekadar menghadapi Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, ada orang lain yang menghendaki Indonesia menjadi tergantung.

PKB juga memberikan 8 rekomendasi kebijakan untuk mengganti kenaikan harga BBM. Pertama, pemerintah harus segera menempuh sejumlah langkah penting untuk meningkatkan produksi minyak nasional. Kedua, menambah penerimaan negara di sektor migas, antara lain, dengan mengefisiensikan biaya produksi migas.

Ketiga, meminta pemerintah mengenakan winfall profit tax terhadap kontraktor minyak di Indonesia. Keempat, pemerintah harus segera merombak patokan perhitungan subsidi BBM dari formula mids oil platts Singapore (MOPS) plus alpha. Kelima, pemerintah harus segera merombak tata niaga migas dalam rangka menghentikan perburuan rente para mafia minyak yang telah merugikan industri migas nasional.

Keenam, pemerintah harus segera mewujudkan diversifikasi energi. Ketujuh, memobilisasi penerimaan dari sektor-sektor ekonomi yang selama ini hilang dicuri. Kedepalan, pemerintah harus berani melakukan upaya diplomasi untuk renegosiasi utang luar negeri. (rif/dtc)