Warta

Ratusan Dosen Universitas Al-Azhar Mesir Ancam Mogok Mengajar

Jumat, 24 Oktober 2008 | 10:08 WIB

Kairo, NU Online
Baru-baru ini, sejumlah dosen Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, mengancam akan melakukan mogok mengajar. Hal ini dikarenakan adanya isu akan dilegalkannya Rancangan Undang-Undang pencampuran mahasiswa-mahasiswi Al-Azhar oleh rektorat Universitas tersebut.

Sebagaimana dilansir harian Mesir Asshabah (19/8), Rektor Al-Azhar Dr. Ahmad at-Thayyib bernencana akan menyamakan undang-undang Universitas Al-Azhar dengan universitas-universitas Mesir lainnya, sesuai dengan UU nomor 49, tahun 1973, yang membicarakan tentang pencampuran mahasiswa-mahasiswi dan pembolehan mahasiswa non-Muslim bagi seluruh universitas di Mesir.<>

Dr. Muhammad Husain Uwaidlah, kepala Asosiasi Staf Pengajaran mengatakan, bahwa Dr. Ahmad at-Tayyib memerintahkan untuk membentuk panitia guna mempelajari usulan perubahan UU al-Azhar nomor 103, tahun 1961, serta menyiapkan UU Khusus Universitas al-Azhar yang menyamai UU universitas-universitas Mesir lainnya. Hal ini tentu menentang keistimewaan Universitas al-Azhar dengan undang-undang independennya yang menolak tegas pencampuran antara mahasiswa serta mahasiswi, mulai dari tingkat 'Idadiyyah sampai ke tingkat perkuliahan. Ini juga bertentangan dengan poin terpenting dalam UU al-Azhar perihal tidak diperbolehkannya non Muslim berafiliasi dengan al-Azhar.

Minggu lalu, koran Mesir lainnya, al-Ahram, mengadakan wawancara  yang diisi oleh Perdana Menteri Mesir, Dr. Ahmad Nadlif, dan Rektor Universitas Al-Azhar, Dr. Ahmad al-Tayyib. Pada wawancara tersebut, Dr. Nadlif meminta Rektor al-Azhar untuk mempelajari sikap hukum guna memisahkan fakultas-fakultas ilmiah seperti kedokteran, teknik, pertanian, farmasi, humaniora dan lainnya serta menetapkan (tidak merubah) fakultas-fakultas keislaman lainnya yang dianggap sebagai pondasi dasar Universitas Al-Azhar.

Dr. Nadlif juga meminta Dr. Ahmad Tayyib untuk mempelajari perubahan UU nomor 103, tahun 1961, dimana universitas al-Azhar mempunyai kesamaan hukum UU dengan UU aturan universitas Mesir nomor 49 tahun 1973, dengan memberikan perizinan terhadap al-Azhar, ruang gerak untuk mendirikan lembaga-lembaga keazharan menengah untuk pelajaran teknik dan kesenian sehingga bisa meluluskan alumnus-alumnus teknik yang profesional dan kompeten dalam bidangnya masing-masing, sebagai ganti dari pelulusan para dai dan ulama' yang ada selama ini. Artinya, Perdana Menteri mendorong Dr. Ahmad Tayyib untuk mempertimbangkan kemungkinan perubahan UU al-Azhar, dan menyamakannya dengan UU universitas lain.
 
Permintaan Perdana Menteri Mesir ini menimbulkan konflik dari dewan dosen Al-Azhar yang mengancam dengan argumentasi-argumentasinya. Bahkan dikabarkan adanya kemungkinan walk out (mogok) dari kegiatan belajar mengajar Al-Azhar, seperti yang dijelaskan oleh Dr. Uwaidlah.

"Seluruh umat Islam harus melawan RUU ini karena Al-Azhar adalah kiblat ilmiah internasional yang tidak dikhususkan Mesir saja. Al-Azhar juga merupakan sumber keislaman yang moderat semenjak berdirinya", kata Dr. Uwaidlah.

"Lembaga-lembaga pendidikan semacam itu (yang seperti diusulkan Perdana Menteri Mesir), menyalahi konteks undang-undang aturan al-Azhar yang menyatakan bahwa tanggung jawab Universitas al-Azhar hanya meliputi pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah saja, bukan mengeluarkan alumni yang pakar dalam profesinya sebagai ganti dari para dai dan para imam", imbuh beliau. (bbt/numesir/atj)