Warta

SKB Ahmadiyah Sudah Cukup Moderat

Selasa, 10 Juni 2008 | 08:55 WIB

Jakarta, NU Online
Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait penghentian seluruh aktivitas keagamaan Ahmadiyah sudah cukup moderat. SKB tersebut dinilai telah mengakomodir kepentingan dari kelompok yang berbeda pendapat.

"Di satu sisi, keinginan umat terpenuhi. Tapi, di sisi lain, hak-hak yang dijamin UU (Undang-undang) tidak serta merta diberangus," kata Ketua Komisi Kerukunan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendy Yusuf kepada wartawan di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (10/6).<>

Menurut mantan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR ini, setelah terbitnya SKB Ahmadiyah, pemerintah dan umat Islam harus menghindari tindakan kekerasan dan lebih mengutamakan dialog.

Bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan SKB itu, menurutnya, menempuh jalur hukum. “Ini negara demokrasi, yang penting jangan ada anarkisme. Serahkan semuanya pada proses hukum," tandas Slamet.

Berbeda dengan Slamet, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI Effendy Choirie menilai SKB terkait penghentian seluruh aktivitas keagamaan Ahmadiyah, tidak mempunyai kekuatan hukum. Sebab, SKB itu tidak masuk dalam tata urutan perundang-undangan.

Karena itu, anggota dan para pengikut Jemaat Ahmadiyah Indonesia, bisa menggugat atau justru mengabaikan surat yang ditandtangani Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung tersebut.

"Sehingga Ahmadiyah bisa menggugat keabsahan SKB atau mengabaikan pelaksanaan SKB," kata Effendy di sela-sela Sidang Paripurna di DPR, Senayan.

Ia menambahkan agama adalah soal keyakinan dan negara tidak bisa ikut campur. Perbedaaan antara Ahmadiyah dan non-Ahmadiyah hanya perkara adanya nabi setelah Nabi Muhammad. "Kalau negara ikut campur dengan keluarnya SKB, ini bertentangan dengan konstitusi," pungkasnya.

Menurutnya, SKB merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap kebebasan warga negara dalam beragama dan berkeyakinan. Dalam kontitusi, setiap warga negara boleh berserikat dan berkeyakinan. "Di sini saya tidak membenarkan keyakinan Ahmadiyah, itu urusan mereka, tapi jangan karena berbeda, mereka lantas dihancurkan," paparnya. (rif/dtc)