Warta

Syekh Puji Bikin Heboh Kongres IPNU dan IPPNU

Ahad, 21 Juni 2009 | 04:37 WIB

Brebes, NU Online
Masih inget Syekh Puji? Ya. Pengusaha kaya raya asal Semarang yang mendadak jadi selebritis gara-gara menikahi gadis di bawah umur itu membikin heboh peserta Kongres Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU) di Pesantren Al Hikmah 2, Brebes, Jawa Tengah, Ahad (21/6) pagi.

Syeikh Puji mengujungi arena Kongres. Bukan untuk mengikuti perhelatan akbar organisasi santri dan pelajar NU se-Indonesia itu, melainkan bersilaturrahim ke kediaman sang Pengasuh, KH Masruri Abdul Mughni. Pada kesempatan itu, ia yang didampingi istri membawa ribuan jubah untuk dibagikan kepada peserta Kongres.<>

Kehadiran pengusaha nyentrik itu membuat sebagian peserta Kongres histeris. Ribuan peserta bersalaman, berfoto bersama sampai berkenalan. Beruntung, petugas keamanan yang terdiri dari Corps Brigade Pembangunan (CBP) dan Korps Kepanduan Putri (KKP), sigap untuk mengkondisikan arena.

Selanjutnya, Syeh Puji berdiskusi dengan peserta di aula utama, dengan berbagai topik, terutama wirausaha. Miliarder ini mengaku telah ‘makan asam garam’ dalam membangun basis ekonomi. “Saya pernah lima tahun jadi salesman di Jakarta,” ungkapnya. Ribuan peserta memang antusias untuk mempelajari biografi pengusaha kaya yang sering nongol di berbagai media ini.

Syekh Puji juga menceritakan tentang pengalaman pahitnya selama bekerja dan membangun kekuatan ekonominya. “Saya melakukan usaha yang berbeda dengan cara kerja orang lain. Saya bergerak di bidang usaha kerajinan kaligrafi dengan bahan kuningan dan jualan buku lewat jaringan internasional. Saya punya jaringan seluruh Indonesia, akan tetapi berkosentrasi di luar Jawa dan DKI,” kisahnya.

Namun, yang paling penting, tambah Puji, ikhtiar harus dibarengi dengan tawakkal. “Selama 1,5 tahun, saya melakukan riyadhoh membaca salawat nariyah, tidak berani tidur semalam suntuk. Ini saya percaya dan lakukan dengan kesungguhan,” tegasnya.

Tokoh yang selalu memakai jubah dan berkalung tasbih ini menceritakan beratnya menjalankan riyadhah untuk mengejar kesukesan, tetapi penting sebagai bekal masa depan. “Saya pernah ketemu pengarang salawat Nariyah,  Syekh Ibrahim Attaaziyy Al Maghribiy dalam kondisi sadar dan tidak mimpi. Beliau memberi ijazah setelah saya membaca sholawat nariyah lebih dari satu tahun,” ucapnya.

“Mungkin karena barokah Salawat Nariyah, semua usaha saya lancar. Apa pun yang saya jual, semuanya laku. Ini pengalaman saya yang nyata,” tambah Syekh Puji. (ziz)