Warta

Tema Terorisme Digugat

Sabtu, 18 Maret 2006 | 15:58 WIB

Brebes, NU Online
Masyarakat pesantren mulai jenuh dengan pembicaraan seputar terorisme yang dimasukaan ke pesantren-pesantren. Selain tidak tepat dialamatkan ke pesantren, tema terorisme dinilai kontraproduktif dan bahkan menjauhkan warga pesantren dari akar permasalahan.

Hal itu terungkap pada acara pembekalan materi menjelang sidang-sidang komisi Musawarah Nasional Jaam'iyyatul Qurra' wal Huffadz NU (Munas JQH) III di Pondok Pesantren Al-Hikmah, Brebes, Jawa Tengah, Sabtu (18/3). Pembekalan mengenai gerakan anti terorisme ini diadakan sebanyak dua sesi, selain sesi lain yang khusus terkait dengan masalah jam'iyah al-Qur'an NU (JQH).

<>

Sesi pertama, siang hari, materi anti terorisme disampaikan oleh KH. Ma'ruf Amin dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kapolda Jawa Tengah, dan Achmad Mubarok dari Partai Demokrat. Pembekalan kedua, sore harinya, diisi oleh Luthfi Dahlan mewakili Da'i Bachtiar dari Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI), Adam Rianto dari Depdiknas, dan Said Agil Siradj dari PBNU.

Ade Chandra, salah seorang peserta Munas JQH III dari daerah Bengkulu pada sesi pertama pembekalan menyatakan, tema terorisme adalah titipaan pihak-pihak berkepentingan yang sengaja dijejal-jejalkan pada acara Munas III. Ia bahkan mencurigai hal itu sebagai semacam konspirasi untuk mengait-ngaitkan pesantren sebagai salah satu tempat persembunyiaan para teroris. "Perlu dijelaskan terlebih dahulu secara gamblang kenapa terorisme dibahas dalam Munas ini," katanya.

Tema terorisme dan pesatren muncul setelah wakil presiden Yusuf Kalla memberikan pernyataan seputar kemungkinan pesantren menjadi salah satu tempat persembunyian dan penggemblengan para teroris. Wakil presiden mengungkapkan perlunya diadakan pengawasan lebih ketat kepada pesatren sampai pada soal kurikulum pendiikannya.

Ahmad Dahlan, salah seorang peserta Munas JQH III dari Gresik, pada pembekalan sesi kedua, menilai perbincangan seputar terorisme yang gencar diadakan di pesantren-pesantren dan organisasi NU sangat problematik. Padahal, menurutnya, banyak hal kongkret yang patut dibincang terlebih dahulu sebelum berbicara terorisme yang bersifat terselubung.

"Coba sekarang kita diam saja melihat Amerika menghancurkan Afganistaan daan Baghdad. Apakah ini juga bukan terorisme. Aneh! Lihat juga persoalan Buyat dan Freeport. Yang semestinya dibahas dalam Munas ini adalah misalnya tentang kesejaahteraan guru agama," kata Ahmad Dahlan.

Ketua PBNU Said Agil Siradj saat memberikan materinya pada sesi kedua menyatakan, saat ini ada tiga ideologi besar dunia yang sedang dipaksa masuk ke Indoneisia. Pertama, ideologi kelompok ultra liberal gaya Amerika Serikat yang bertujuan untuk menyebarkan faaham kebebasan-sebebas-bebasnya. "Misalnya dengan memunculkan isu demokrasi" katanya.

Kedua, menurut Said Agil, ideologi demokratik sosialis yang memunculkan isu demokrasi namun tampak mengedepankan kelompok, dalam hal ini persekutuan Eropanya. Ketiga, Islam Wahabi, salah satu ideologi gerakan Islam politik yan berpretensi memunculkan corak pemikiran Islam yang keras.

"Lalu NU bagaimana? NU tak punya apa-apa. Satu yang dipunyai NU, yaitu selalu mengedepankan prinsip ummataan wasathon, umat yang tengah-tengah dan tak terpengaruh ideologi apapun. Ini baru NU. NU punya prinssip sendiri. NU selalu mengedepankan tawasuth (jalan tengah), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang) dan i'tidal (konsisten)," kata Said Aagil. (nam)