Warta

Tolhah Hasan: LDNU Harus Miliki Peta Dakwah Nasional

Sabtu, 8 Oktober 2005 | 12:44 WIB

Jakarta, NU Online
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) dalam mengembangkan misi dakwahnya harus memiliki peta dakwah nasional agar dapat menyusun strategi dakwah di masing-masing daerah karena setiap wilayah memiliki karakteristik dan problematikanya sendiri.

Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Rais Aam PBNU KH Tolhah Hasan dalam pembukaan pelatihan dakwah LDNU yang akan berlangsung antara 8-10 Oktober 2005. Kegiatan ini merupakan kegiatan Ramadhan yang rutin diadakan setiap tahunnya.

<>

Mantan Menag era Gus Dur tersebut mengungkapkan pengalaman pribadinya. Pada tahun 1990-an ia pernah terjun ke daerah NTT dimana Islam merupakan minoritas dan banyak dari mereka kurang faham ajaran-ajaran agama, bahkan yang paling mendasar seperti bagaimana membaca fatihah, bagaimana bersuci dan lainnya. “Bahkan mereka menyebut masjid sebagai gereja Islam,” paparnya.

Problem yang lain ditemuinya di Batan dan Riau sebagai daerah yang kaya akan sumberdaya alam. Daerah tersebut mayoritas agama Islam dan aktifitas keagamaannya tumbuh dengan baik. Daerah ini sedang berproses dari daerah agraris menjadi daerah industri.

“Jika masyarakat lokal tidak disiapkan SDM-nya, suatu saat akan tersingkir oleh pendatang karena tak siap bersaing seperti yang terjadi pada masyarakat Betawi di Jakarta, “ tandasnya.

Perbedaan masalah tersebut menimbulkan perbedaan pendekatan dalam dakwah. Jika di NTT dibutuhkan para dai yang bisa memberi ajaran agama pada masyarakat sementara di Batam dan Riau, dibutuhkan strategi untuk meningkatkan SDM mereka. “Kalau tidak memiliki visi dakwah, tak jelas untuk apa dan untuk apa dakwah itu,” imbuhnya.

Dikatakannya bahwa masyarakat bersifat dinamik sesuai dengan perkembangan zaman, karena itu dakwah juga harus dinamik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika suatu ajaran agama tak lagi mampu menyelesaikan problematika yang dihadapi masyarakatnya, maka ia akan tenggelam.

Hal tersebut pernah terjadi pada masyarakat Yunani yang dulu merupakan pusat peradaban dunia, demikian juga umat Islam pernah berjaya selama tujuh abad. Namun akhirnya mengalami kemunduran karena mereka tak mampu menjawab tantangan yang ada. “Jika ingin tetap hidup, maka suatu agama harus mampu menjawab tantangan zamannya. Disinilah esensi pelatihan dakwah tersebut,” paparnya.

Dijelaskannya bahwa dakwah merupakan sebuah aktifitas yang secara langsung menyentuh masyarakat yang memiliki dinamika luar biasa. “Sangat penting bagaimana pendekatan dakwah, topik yang difokuskan sehingga dakwah dapat berperan mempengaruhi, mewarnai dan merubah ke dalam keadaan yang lebih bagus,” imbuhnya.

Kondisi dakwah saat ini dinilainya cukup memprihatinkan karena adanya kesenjangan antara apa yang dibutuhkan dengan apa yang didapat. Para dai kurang memahami kebutuhan masyarakat sedangkan masyarakat sendiri tak tahu bagaimana menyampaikan kebutuhannya. “Para khatib di masjid berbicara sendiri sedangkan jamaahnya malah ngantuk. Ini menunjukkan ketidakfahaman dan kesenjangan,” katanya.

Metode dalam dakwah juga perlu dikombinasikan. Dalam sebuah kasus yang dialaminya di Malang Selatan, pernah dilakukan upaya dakwah dengan tiga pendekatan, kelompok satu hanya ceramah saja, kelompok dua dengan ceramah dan pendampingan dan kelompok ke tiga hanya pendampingan saja. Dari situ diketahui bahwa yang paling berhasil adalah metode yang dilakukan oleh kelompok ke dua.

Tolhah juga mencontohkan strategi dakwah yang dilakukan oleh para misionaris. Mereka selalu dibekali antropologi budaya, psikologi social sampai dengan metodologi komunikasi agar dapat mendekati masyarakat yang menjadi misi dakwah sehingga cita-cita mereka dapat berhasil.(mkf)