Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat dalam beberapa hari terakhir ini menjadi bahan pemberitaan di media lokal maupun nasional. Sebab belasan ribu orang dari berbagai provinsi di Indonesia hadir ke pesantren itu, termasuk Presiden Joko Widodo dan sejumlah menterinya dan Gubernur Jawa Barat pada pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama. Kemudian Wakil Presiden juga akan hadir pada penutupan kegiatan tersebut.
Beragam sisi dikupas terkait pesantren tersebut, mulai sejarah, jumlah santri, tradisi, profil kiai dan santrinya. NU Online juga tak mau ketinggalan mengungkap secara khusus pesantren tersebut melalui wawancara Abdullah Alawi.
Berikut petikannya:
Kiai, bisa cerita perjalanan pesantren Miftahul Huda Al-Azhar sejak dirintis hingga sekarang?
Sejarah singkat pesantern ini dirintis tahun 1911 oleh kakek saya, KH Marzuqi. Lanjut diteruskan oileh bapak saya, KH Abdurrohim. Sekarang dilanjutkan oleh saya, Munawir Abdurohim. Sekarang generasi yang ketiga. Jumlah santri yang di asrama atau di kobong ada 3.300. Semuanya yang berada dui naungan lembaga pendidikan pesantren ini ada 7000. Semuanya adalah Nahdliyin dan Nahdliyat.
Lembaga pendidikannya apa saja?
Lembaga pendidikan mulai dari PAUD, TK, MI, SMP, MTs, SMA, SMK, dan perguruan tinggi, dengan prodi tarbiyah, ahwalus syahsiyah syariah, ekonomi Islam dan pendidikan guru.
Bagaimana cara mengembangkan pesantren hingga seperti sekarang?
Caranya mengembangkan pesantren, pertama, pesantren harus tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Kedua, pesantren harus didukung oleh masyarakat karena tumbuh di masyarakat, yang ketiga, pesantren harus bisa mempersatukan antara budaya lokal dengan budaya agamis. Harus bisa disatukan. Keempat, pondok pesantern harus punya tiga pilar pokok. Pilar pertama adalah shalat berjamaah. Kedua, harus membaca Al-Qur’an. Kalau di sini, setiap minggu harus khatam Al-Qur’an. Setiap hari, satu juz tiap santrinya. Sehari harus satu juz. Ketiga, adalah sregep ngaji, sregep (rajin, red.) sekolah dan sregep ngaji.
Bagaimana pesantren menyiasati zaman yang terus berubah ini supaya terus ada dan bahkan berkembang?
Jadi, kita lihat seperti apa yang diusung NU, al muhafadhatu ala qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik, red.) jadi, pesantren mempertahankan budaya lokal yang ada dan mengambil yang lebih baik dari yang baru seperti di sini, kita ada SMA jurusan Komputer.
Saya kira pesantrennya kalau tiga pilar tadi dilaksanakan, tidak akan tergerus. Yang pertama, shalat berjamaah itu akan memberikan contoh uswah hasanah kepada santri-santrinya. Yang kedua, rajin baca Al-Qur’an dan tentunya dengan tafsirnya. Yang ketiga, ngaji dan sekolah. Ngaji itu kitab kuning. Kalau tiga hal ini dilaksanakan tidak akan terpengaruh apa-apa karena santri dengan doktrin kiainya tidak akan tergoyahkan oleh siapa pun. Santri manut kepada kiainya, insyaallah disuruh apa saja sudah sam’an wa thaatan. Jadi, saya tidak khawatir bahwa pesantren akan tergerus dengan datangnya modernisasi dan segala macam.
Bisa ceritakan riwayat kiai mencari imu?
Saya lahir 1953. Saya nyantri pertama di Cirebon, Babakan Ciwaringin, ke Mranggen Demak, lanjut ke Lirboyo, tabarukan, lalu k pesantren Bandung, Al-Jawami, lalu ke Mesir 1980-1987. Saya merantau 17 tahun dari 1970 sampai 1987. Anak saya delapan, dua sudah berkeluarga, yang lain masih belajar.
Bagaimana cara mengkader anak yang disiapkan untuk menjad penerus pesantren?
Cara mengkader anak sangat mudah dengan uswatun hasanah (teladan yang baik, red.).
Apa ungkapan kiai untuk para kiai peserta Munas dan Konbes NU yang kini tiba di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo ini?
Kami keluarga besar pondok pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo Kota Banjar, beserta seluruh masyarakat Kota Banjar, Nahdliyin Nahdliyat dan kanan kirinya, sekelilingnya mengucapkan selamat datang dan sukses atas kegiatan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama dari tanggal 27 Februari sampai dengan 1 Maret, semoga barokah manfaat fid dini, wa dunya wal akhirah. Wasaalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Apa harapan Munas dan Konbes ini apa, Kiai?
Harapannya, satu bahwa umat Islam seluruhnya adalah senantiasa kepada alim ulama, yang kedua, seluruh nahdliyin nahdliyat, senantiasa menyatu dan bersatu dengan nmahsdlatul ulama mendukunag apa yang menjadi keputusan Munas ini. Ketiga sesuai dengan tema munas dan konbes kali ini, meningkatkan khidmah wathoniyah untuk kedaulatan rakyat.