Wawancara

Kunjungan Gus Rozin ke Global University Lebanon

Kamis, 8 Januari 2015 | 20:01 WIB

KH Abdul Ghaffar Rozin, M. Ed berkesempatan mengunjungi Lebanon pada (24-31 Desember 2014) yang lalu. Ia mendapat undangan dari Global University (Al-Jamiah Al-Alamiyyah Annuwairuyyah) Beirut.<>

Berikut wawancara singkat M. Zulfa dari NU Online dengan Gus Rozin, sapaan akrab putra KH Sahal Mahfudh ini, di sela-sela rapat koordinasi lembaga dan lajnah dengan pengurus wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah di kantor jalan Dr. Cipto nomor 180.

Bagaimana keadaan Global University (GU)?

Ini merupakan perguruan tinggi baru, baru berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Mereka ingin bekerjasama banyak dengan kita. Dengan Indonesia dalam konteks ahlus sunnah wal jama'ah (aswaja). Karena perguruan tinggi ini mengklaim dirinya Asy'ariyyah Syafi'iyyah oleh karena itu ada banyak kecocokan dengan Indonesia khususnya kita Nahdlatul Ulama (NU).

Dengan berbagai jurusan yang ada di GU, adakah jurusan yang menarik?

Kami di sana khususnya di kulliyyah syariah (baca: fakultas agama Islam) itu ada gedung tersendiri dan terpisah. Yang cukup mengejutkan kami ternyata walaupun memiliki nama universitas lebih seperti ma'had sebetulnya. Mulai dari proses pembelajarannya, kitab yang diajarkan, masih menggunakan metode hafalan, setoran hafalan dua minggu sekali. Kalau disini adalah bait yang dihafalkan, disana fiqh misalnya mulai matan dan syarahnya dengan disetorkan menggunakan metode natsar. Menarik, saat kita telah meninggalkan metode hafalan masih ada universitas baru dan masih menggunakan metode klasik.

Bagaimana kondisi perpolitikan di sana sekarang?

Kalau disana secara makro terdiri dari tiga kelompok besar. Terdiri dari 40 % Nashrani 60 % Muslim terdiri dari Sunni dan Syiah. Misalnya kelompok petinggi pemerintahan, presidennya Nashrani kemudian ketua Dewan Perwakilan Rakyat Suni dan perdana menteri Syiah misalnya, ataupun sebaliknya. Pertentangan antar kelompok masih besar dan tegang. Kalau di negara kita (Indonesia) hanya pro-kontra secara wacana kalau di Lebanon hingga perang fisik. Kalau shalat Jum'at saja kita dijaga orang-orang bersenjata di luar masjid.

Bagaimana dengan mahasiswa Indonesia di sana Gus?

Ternyata ada banyak warga negara Indonesia (WNI) yang menuntut ilmu disana. Terdapat 24 mahasiswa dari berbagai pesantren se-Indonesia. Secara internasional pun ada mahasiswa  dari berbagai dunia. Misal, Canada, Amerika, Ethiophia, Jordan, Turki, Malaysia juga ada. Saya kira hal ini menjadi suatu pertemuan pemikiran yang bagus. Anak-anak dipertemukan dari berbagai pesantren dengan mereka yang satu faham (aswaja). Terlepas dari kondisi Beirut yang terjadi sekarang, kalau memang kondisinya riil apa yang kita lihat. Hal ini sangat layak untuk kita pertimbangkan dengan adanya kerjasama dimasa yang akan datang.

Dalam perkuliahan ini, mahasiswa kulliyyah syariah pada tahun keempat mereka disuruh memilih antara ushuluddin dan fiqh. Hal ini tidak diambil dari awal pertama kali masuk perkuliahan. (*)