Wawancara HARI GURU NASIONAL

Pergunu Soroti Problem Guru, Pendidikan, dan ‘Anak Emas’ PGRI

Selasa, 27 November 2018 | 08:30 WIB

Pergunu Soroti Problem Guru, Pendidikan, dan ‘Anak Emas’ PGRI

Aris Adi Leksnono (di podium)

Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) terus melakukan konsolidasi organisasi profesi guru dengan visi melakukan perbaikan mutu guru untuk pendidikan berkualitas.

Dalam momen Hari Guru Nasional pada 25 November 2018 lalu, Pergunu menyelenggarakan silaturahim nasional (Silatnas) yang mengundang sejumlah organisasi profesi guru.

Beberapa problem pendidikan, guru, termasuk perlakuan tidak setara terhadap organisasi profesi guru disoroti oleh Pergunu. Pasalnya saat ini pemerintah hanya menganakemaskan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), sedangkan organisasi profesi guru lain yang selama ini berperan penting untuk guru justru diperlakukan tidak setara.

Untuk membincang lebih jauh terkait sejumlah persoalan di atas, Jurnalis NU Online Fathoni Ahmad melakukan wawancara dengan salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Pergunu Aris Adi Leksono beberapa waktu lalu di Jakarta.

Apa yang menjadi fokus Pergunu pada momen Hari Guru kali ini?

Kita membuat silaturahim nasional bersama para organisasi profesi guru. Ada Forum Sarekat Guru Indonesia (FSGI), Forum Guru Independen indonesia (FGII), Ikatan Guru Indonesia (IGI), Persatuan Guru Muhammadiyah (PGM), dan PGMI.

Ada beberapa fokus, pertama kita membahas bagaimana penyetaraan atau pemberian perlakukan yang adil terhadap sesama organisasi profesi guru. Dan memberikan ruang yang sama. Misalnya PGRI adalah organisasi profesi guru yang diakui, tetapi Pergunu bersama organisasi profesi yang diakui menjadi bagian yang dilindungi dalam UU.

Selama ini nampaknya yang cenderung mendapat perhatian pemerintah hanya PGRI. Makanya perlu diluruskan agar kedudukan kita setara. Sesuai amanat UU guru dan dosen yang mengharuskan setiap guru bergabung dengan organisasi profesi pada pilihannya masing-masing.

Kasusnya di Jakarta misalkan, Pemprov itu memberikan tambahan penghasilan 500.000 bagi setiap guru. Tetapi penyalurannya melalui PGRI. Sehingga PGRI mewajibkan hal itu agar setiap guru membuat kartu anggota PGRI.

Padahal seharusnya tidak, apapun organisasi profesi gurunya ya tetap mendapat tunjangan kesejahteraan itu. Nah ini kan mestinya sesuatu yang benar tetapi dimanfaatkan sehingga akhirnya tidak benar.

Kedua dalam rangka hari guru ini kita ingin membangun komitmen bersama, bahwa organisasi profesi guru ini harus berperan dalam pengembangan SDM guru. Bukan hanya sarana berkumpul dan berkeluh kesah, tetapi juga sarana berkumpul untuk meningkatkan kompetensi guru.

Caranya adalah, kita tidak boleh memunculkan ego masing-masing, harus harmoni. Harus bisa mengharmonisasikan, saling backup, saling sinergi. Kalau masing-masing jalan dengan ego sendiri-sendiri yang ada hanya persaingan dan tidak akan bisa meningkatkan kualitas pendidikan dan mutu guru sehingga silaturahim ini penting sekali.

Di hari guru ini penting sekali membuat Komisi Perlindungan Guru yang merupakan organ teknis dalam rangka mengawal Undang-Undang guru dan dosen. Ini penting karena tidak ada yang mengawal di wilayah itu.

Kalau pun ada Kemendikbud di bagian perlindungan hukum dan kalau pun ada aparat kepolisian, dan lain sebagainya justru kadang sering tidak mendapatkan data yang objektif karena dia bukan pelaksana langsung.

Karena ini membutuhkan data yang objektif, maka keberadaan komisi perlindungan guru menjadi sangat penting. Misalnya memberikan gambaran yang objektif ketika terjadi kasus kekerasan sehingga seimbang.

Menyikapi pemerintah yang hanya menganakemaskan PGRI?

Silaturahim antarorganisasi profesi guru ini merupakan langkah awal. Menjalin kesepakatan bersama dalam poin misal menyikapi organisasi profesi guru ini bisa setara, penuh keadilan, dan jalan bersama.

Selama ini komunikasi dengan PGRI itu seperti apa?

Komunikasi tetap ada. Tapi yang namanya egosentris tetap ada juga. Langkah berikutnya ada UU dan Perpres yang perlu direvisi. Langkahnya juga melalui jalur hukum dan melalui lobi-lobi. Jalur hukum melalui judicial review, dan lain sebagainya.

Ada semacam komitmen bersama antara Pergunu dengan Organisasi Profesi guru lainnya?

Antara silaturahim bersama untuk merumuskan hal-hal penting dan mendesak yang saya jelaskan di atas.

Bagaimana komitmen dan konsep membangun pendidikan berkualitas dari organisasi profesi guru?

Dalam silaturahim nasional ini, kami mendatangkan Rektor Universitas Terbuka (UT) dan Yayasan Indonesia Emas. Mereka membincang bagaimana membuat konten berkualitas.

Justru hal itu merupakan hal utama, bukan sekadar kumpul-kumpulnya tetapi bagaimana menydiakan konten berkualitas untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Langkahnya adalah tentu dimulai dengan pengembangan dan perbaikan SDM. SDM yang bersentuhan langsung dengan pembelajaran dan kurikulum tentu saja guru.

Gurunya kita berdayakan, tingkatkan kompetensinya tetapu juga kesejejaterannya kita perhatikan, perlindungannya kita perhatikan, maka pengabdiannya juga akan berjalan dengan baik dan maksimal.

Saat ini anggota Pergunu yang tercatat ada berapa?

Kami berdiri di 34 provinisi, 462 pengurus cabang, kalau PAC sekitar 3.700 an. Kalau jumlah anggota lokusnya ada di pengurus wilayah ada sekitar 450.000 anggota.

Konsolidasi hari guru nasional dari Pergunu di berbagai daerah seperti apa?

Kami membuat instruksi, dalam bentuk apapun, mereka melaksanakan kegiatan yang di dalamnya ada nuansa ke-NU-an, dalam bentuk doa bersama istighotsah. Harus ada juga nuansa kebangsaan, dalam rangka penguatan karakter nasionalisme. 

Kami membuat tema besar Guru Bermartabat, NKRI Berdaulat, kami ingin guru berperan mengingat intoleransi dan radikalisme juga menyasar para guru sehingga nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan harus dipahamkan secara seiring.

Tantangan pendidikan yang saat ini Pergunu lihat seperti apa?

Yang pertama problem kepemimpinan. Kepemimpinan pendidikan. Saya tidak langsung kepada institusi atau personal. Walau bagaimana pun, perubahan itu harus dari pemimpinnya itu sendiri.

Bukan kepemimpinan dalam kontek politik. Kepemimpinan di sini ada kepala sekolah, kepala yayasan, kepala dinas, ada kabid pendidikan madrasah. Lalu kemudian mereka mempunyai mindset yang dalam melakukan pemabaruan pendidikan yang visioner untuk menghadapi abad 21. Guru itu mengikuti kebijakan pemimpinnya. 

Kepala sekolah, kepala yayasan pasti lebih diikuti oleh para guru dalam menjalankan kebijakan. Nah yang terjadi kadang kepemimpinan di lokus-lokus ini yang tidak mempunyai ghiroh, mindset untuk berinovasi, dia stag di zona nyaman sehingga berimbas pada yang dipimpin, yang di bawah. Ini yang menurut saya penting karena terkait dengan peningkatan SDM.

Prestasi dan inovasi yang selama ini berhasil diciptakan guru-guru anggota Pergunu seperti apa?

Prestasi bidang karya ilmiah ada dari Jawa Tengah bernama Roni Usman, juara nasional. Jawa Tengah memang konsen dalam soal menulis. Di Jawa Tengah juga ada guru TK yang menjadi juara nasional. Dan yang paling penting menurut saya ialah guru-guru Pergunu di daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Mereka mengabdi tanpa batas dalam kondisi yang bagi saya sangat susah. Kita juga mengirim guru di daerah 3T kerja sama dengan Kementerian Agama. Program berjalan dengan lama pengabdian satu tahun.

Selama ini daerah-daerah yang dituju meliputi apa saja?

Kalimantan Barat, Nunukan Papua, di Flores daerah Nganda, kemudian di Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya.

Prosesnya selama ini seperti apa?

Tentu mendaftarkan diri, kemudian diseleksi di Kementerian Agama. Program ini berjalan tiap tahun dengan kuota 20 orang.

Kurikulum yang diterapkan Pergunu untuk memperkuat Aswaja NU?

Kami mewajibkan setiap provinsi untuk membuat MKPNU (Madrasah Kader Penggerak Nahdlatul Ulama). Pesertanya guru-guru di wilayah itu. Kedua membuat buku modul tentang Aswaja sebagai pegangan guru yang saat ini ditulis oleh KH Asep Saifuddin Chalim (Ketum PP Pergunu).

Ketiga membuat lingkungan pembelajaran. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang kemudian mentradisikan amaliyah-amaliyah NU. Yaitu dalam bentuk doa bersama, baca istighotsah, baca yasin, tahlil yang kesemuanya ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah yang berterima kasih kepada orang-orang yang telah berjasa, seperti orang tua, guru, dan lain-lain.

Madrasah yang selama ini menerapkan lingkungan pembelajaran melakukan doa bersama di lapangan setiap hari jumat. Kemudian dilanjutkan dengan shalat dhuha. Ini dalam rangka menerapkan nilai, baik nilai spiritualitas maupun nilai-nilai sosial. Yang tadinya dibatasi oleh tingkatan-tingkatan kelas, sekarang tidak.

Kalau Pergunu melihat dirinya sendiri, apa yang belum tercapai atau apa kelemahannya saat ini?

Yang belum tercapai memaksimalkan database. Itu masih perlu ditingkatkan lagi. Yang kedua peran inisiatif masing-masing wilayah. Inisiatif dalam rangka menghidupkan organisasi. Kalau ikatan terhadap ideologi NU, apalagi di daerah-daerah, sangat kuat sekali.

Pesan Kiai Asep Saifuddin Chalim pada momen Hari Guru ini?

Bolak-balik Kiai Asep berpesan bagaimana guru memiliki peran dalam hal pengembangan mutu pendidikan, perbaikan sistem pendidikan, dan tetap mencanangkan bagaimana pendidikan kita ini berorientasi pada terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera lahir dan batin. Dan itu dimulai dari pendidikan, lulusan yang baik dan seterusnya. (*)