Daerah

46 Pondok Pesantren Meriahkan Hari Santri 2025 di Kabupaten Banjar Kalsel

Rabu, 22 Oktober 2025 | 22:30 WIB

46 Pondok Pesantren Meriahkan Hari Santri 2025 di Kabupaten Banjar Kalsel

Suasana peringatan Hari Santri di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. (Foto: dok. istimewa)

Banjar, NU Online

Suasana semarak mewarnai peringatan Hari Santri 2025 se-Kalimantan Selatan yang digelar oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.


Kegiatan akbar ini berlangsung selama enam hari, pada Rabu-Senin (22-27/10/2025), berpusat di Lapangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ratu Zalecha Martapura.


Ketua Panitia Ainuddin Azzukhairy menyampaikan bahwa pelaksanaan Hari Santri tahun ini menjadi momentum peringatan ke-10 sejak pertama kali digelar pada 2016.


Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Banjar melalui Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) yang secara konsisten memberikan dukungan penuh setiap tahun.


"Kegiatan Hari Santri tahun 2025 Kabupaten Banjar diikuti 46 Pondok Pesantren Se-Kalimantan Selatan, alhamdulillah tahun ini cukup meningkat walaupun terpaksa dibatasi karena keadaan lapangan tidak memenuhi kalau kita terima semua," katanya.


Ia menambahkan, total peserta yang mengikuti berbagai perlombaan mencapai sekitar seribu santri, dengan ragam kegiatan yang mencerminkan kekayaan tradisi pesantren, yakni Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK), Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), Musabaqah Khattil Qur’an (MKQ), Pidato Bahasa Arab, Festival Habsyi, Expo Ponpes se-Kalsel, Kirab Santri, dan Bahtsul Masail.


Tahun ini, panitia juga memperkenalkan satu lomba baru, yaitu Karya Tulis Ilmiah (Esai), untuk mendorong kemampuan literasi dan refleksi kritis para santri.


"Tahun ini kita tambah satu lomba yaitu Karya Tulis Ilmiah agar santri bisa menulis terkait tentang kegiatan ponpes mereka dan berwawasan" jelasnya.


Sementara itu, Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Banjar Ustadz Nuryadi Baseri menyoroti dinamika dan isu yang sedang dihadapi dunia pesantren nasional.


Ia menyinggung peristiwa di salah satu stasiun televisi nasional yang memunculkan kekecewaan di kalangan santri karena dianggap melecehkan dunia pesantren.


Selain itu, ia turut menyampaikan duka mendalam atas musibah yang menimpa Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, karena runtuhnya bangunan mushala yang menyebabkan wafatnya puluhan santri.


“Kita yakin para santri itu meninggal dalam keadaan mulia, karena mereka tengah menuntut ilmu dan melaksanakan salat berjamaah,” ucapnya.


Dalam kesempatan itu, Nuryadi juga mengangkat persoalan penting mengenai pengakuan ijazah santri yang belum sepenuhnya diakui oleh pemerintah.


"Ini menjadi perhatian serius, sebab banyak santri dikategorikan sebagai Anak Tidak Sekolah (ATS) hanya karena menempuh pendidikan di pesantren non-muadalah. Padahal, jauh sebelum Indonesia merdeka, pesantren sudah menjadi pusat pendidikan rakyat,” tegasnya.


Ia menegaskan bahwa kontribusi santri terhadap bangsa tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama dalam sejarah perjuangan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad yang digelorakan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, yang kemudian menjadi dasar penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri.


Nuryadi berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk menyetarakan ijazah pesantren dengan pendidikan formal lainnya.


Rangkaian perlombaan Hari Santri di Kabupaten Banjar ini juga diikuti salah satu peserta dari Muhammadiyah Boarding School (MBS), Padang Panjang, Martapura.