Jember, NU Online
Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Jenggawah, Kabupaten Jember, Jawa Timur menggebrak kejumudan wirausaha yang ada di pesantren dengan menggelar Santripreneur Day di Pondok Pesantren Addimyati, Desa Wonojati, Kecamatan Jenggawah, Jember, Senin (11/11).
Pada acara yang membedah potensi wirausaha pesantren itu, MWCNU Jenggawah bekerja sama dengan Badan Inkubator Wirausaha Universitas Brawijaya Malang. Acara diikuti perwakilan dari puluhan pesantren yang kesemuanya sudah mempunyai produk usaha.
Menurut Ketua MWCNU Jenggawah, Sucipto, acara tersebut dimaksudkan untuk menggali potensi usaha (produk) yang telah ada di pesantren untuk dikembangkan secara lebih baik. Intinya MWCNU Jenggawah dan mitranya akan membantu melakukan inkubasi bagi produk pondok pesantren yang telah ada.
“Saya kira ini cukup menarik. Sebab, secara umum santri di pesantren cukup kreatif untuk menciptakan produk, namun tidak berkembang karena terhalang oleh SDM (sumber daya manusia). Nah, Badan Inkubator Wirausaha Universitas Brawijaya Malang ini menyiapkan sarana dan bimbingan agar produk itu dapat dikembangkan sedemikian rupa,” urainya.
Sucipto menambahkan, secara umum pondok pesantren mempunyai potensi untuk jaya di sektor wirausaha. Ini tak lain karena santri dituntut untuk mandiri sehingga di pondok sering mencoba-coba untuk berwirasa usaha sebagai persiapan ketika pulang kampung kelak. Terbukti cukup banyak pesantren yang memiliki produk usaha.
“Tapi masih butuh sentuhan lagi agar produksinya bis berkmabang,” terangnya.
Ia mengaku yakin jika produk wirusaha itu dibantu inkubasinya oleh pihak yang ahli, maka akan bertambah banyak produk-produk yang dihasilkan dari pesantren. Dan ujung-ujungnya pesantren akan melahirkan banyak santripreneur.
Dengan demikian, maka pesantren tidak hanya menjadi sumber ilmu, tapi sumber santri pengusaha.
“Santri jadi pengusaha, kenapa tidak? Mereka juga punya potensi, dan juga ulet” jelasnya.
Salah satu syarat untuk dapat mengikuti Santripreneur Day adalah pesantren yang sudah memiliki setidaknya tiga produk. Kenyatannya, ujar Sucipto, cukup banyak pesantren yang mempuyai produk sendiri. Namun karena kuota peserta hanya 30 perwakilan pesantren, maka banyak pesantren yang tidak terakomodasi
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi