Daerah

Perlunya Pemanfaatan Media Sosial untuk Membangun Citra Museum RA Kartini

Ahad, 12 Oktober 2025 | 14:00 WIB

Perlunya Pemanfaatan Media Sosial untuk Membangun Citra Museum RA Kartini

Salah satu sudut di museum RA Kartini, Rembang, Jawa Tengah. (Foto: Ayu Lestari)

Rembang, NU Online

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UIN Walisongo Semarang Alifah Nur Fitri mengatakan bahwa citra museum RA Kartini perlu dipoles melalui pemanfaatan media sosial.


Hal itu disampaikannya dalam kegiatan di Museum RA Kartini, Rembang, Sabtu (11/10/2025).


"Contohnya di Museum Raden Ayu Kartini di Rembang ini sangat lekat dengan jejak langkah dan peninggalan semasa beliau hidup hingga wafat. Dengan demikian, kehadiran media sosial dapat menyempurnakan fungsi museum sebagai ajang edukasi sekaligus promosi bagi anak-anak," kata Alifah.


Menurutnya, citra adalah kesan atau gambaran yang terbentuk sesuai dengan kenyataan produk atau lembaga.


"Citra tidak bicara soal baik atau buruk. Sesuai atau tidak sesuai," ujarnya.


Alifah menjelaskan bahwa faktor pembentuk citra meliputi persepsi, kognisi, afeksi, dan motivasi. Empat unsur tersebut membentuk citra sebuah lembaga atau organisasi, termasuk museum.


"Untuk dapat mengubah citra museum, harus dimulai dari mengubah persepsi terhadap museum itu sendiri," terangnya.


Ia menambahkan, keunggulan media sosial adalah kemudahannya dalam menyebarkan informasi sekaligus membangun citra lembaga.


"Promosi wisata menggunakan platform media sangat dianjurkan, apalagi fitur-fiturnya kini sangat beragam, termasuk layanan iklan berbayar," imbuhnya.


Lebih lanjut, Alifah menjelaskan bahwa media sosial memiliki empat jenis saluran komunikasi yang dikenal dengan singkatan PESO yaitu paid (berbayar), earned, social, dan owned media.


Selain itu, menurut Alifah, kegiatan kreatif seperti lomba, kelas, dan pelatihan keterampilan dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk berkunjung ke museum.


"Pengelola juga harus pintar dan kreatif mengadakan kegiatan di museum seperti lomba desain atau lomba membuat konten seputar museum. Sebab itu bisa menjadi langkah taktis dalam mem-branding museum itu sendiri," jelasnya.


Ia menambahkan, sebelum membuat konten perlu dilakukan riset audiens, kemudian brainstorming untuk menyusun content planning.


"Setelah bikin konten, harus dianalisis, dan menentukan strategi selanjutnya," jelasnya.


Menurutnya, tata ruang modern, ruang interaktif, serta penerapan teknologi AI juga bisa menjadi strategi promosi wisata budaya yang efektif.


Sementara itu, pendiri Bapak Pucuk Studio, Godham Eko Saputro, menilai museum harus terus berinovasi melalui teknologi digital agar tetap eksis.


"Strategi inovasi promosi museum harus selalu digencarkan agar lebih menarik, relevan, dan menjangkau generasi muda di era digital," ujarnya.


Menurut Godham, inovasi bisa dilakukan dengan menggali sejarah dan isu-isu budaya, seperti maritim, melalui video, animasi, dan bentuk konten digital lainnya.


"Konten video pendek sekitar satu menit itu lebih ber-power untuk menarik perhatian audiens," tegasnya.


Ia juga menyebutkan bahwa kampanye melalui hashtag merupakan cara efektif dalam promosi museum.


"Kampanye melalui hashtag sangat mudah disematkan di Instagram, Tiktok, Facebook, YouTube, atau beberapa platform lainnya," tuturnya.


Selain itu, berbagai perlombaan dengan melibatkan influencer atau selebgram juga dinilai efektif untuk meningkatkan daya tarik publik.


Menariknya, Godham juga membagikan pengalamannya dalam membuat promosi wisata budaya museum melalui teknologi interaktif atau virtual tour.


"Kami dan tim pernah membuat ini saat Covid-19 melanda. Dan benar saja, virtual tour ini viral di ranah nasional maupun internasional. Kebetulan saya juga telah membuat virtual tour di Museum RA Kartini Rembang dengan tujuan memancing pengunjung untuk datang," ujarnya.


Godham menambahkan, inovasi lainnya yang dapat dilakukan adalah menyediakan layanan keanggotaan bagi pengunjung, menjual merchandise, menyediakan reservasi daring, serta membuka kafe di sekitar museum.


"Langkah-langkah ini tidak hanya meningkatkan sumber daya manusia, tetapi juga merangsang ekonomi kreatif bagi museum," ungkapnya.


Sementara itu, CEO Mankhu’s Research, M Wildan Khunaefi, menegaskan bahwa museum bukan sekadar tempat menyimpan masa lalu, tetapi ruang untuk membangun masa depan dengan kekuatan masa lalu.


"Ubah pola pikir bahwa museum itu tempat menyimpan masa lalu, tetapi ruang yang lekat dengan kultur lokal yang disokong oleh dukungan pemerintah dan komunitas," katanya.


Menurut Wildan, eksistensi museum akan terjaga jika mampu mengedepankan kolaborasi antara komunitas dan teknologi.


"Contohnya di museum Norwegia, negara tersebut hanya menghadirkan sedikit koleksi, namun para pemangku kepentingan dan komunitas saling bersinergi satu sama lain," jelasnya.


Ia menambahkan, museum seharusnya menjadi ruang kreatif yang mampu menampung ide dan kegiatan lintas komunitas.


"Museum itu harus beraksi melalui kolaborasi lintas komunitas dengan menembus batas-batas," ujarnya.


Bagi Wildan, museum adalah tempat mewujudkan cita-cita untuk belajar, berkarya, dan berbudaya.


"Di era industri 4.0 yang penuh tantangan ini, museum setidaknya menjadi ruang tamu bagi masyarakat, khususnya warga Rembang," paparnya.


Lebih jauh, ia menilai museum juga dapat menjadi wadah pengembangan isu budaya, kesetaraan gender, dan modernitas beragama.
Wildan menutup dengan menekankan pentingnya tiga bentuk kolaborasi bagi pengelola museum maupun komunitas.


"Tiga inovasi itu yakni kolaborasi partnership, kolaborasi akademik, dan kolaborasi komunitas kreatif," pungkasnya.


Menurutnya, hasil dari tiga kolaborasi tersebut dapat menjadikan museum sebagai laboratorium pembelajaran bagi mahasiswa.