Nasional

Museum Islam Indonesia Tebuireng, Tebarkan IsIam Ramah Lewat Dinding dan Artefak

Sabtu, 30 November 2024 | 10:15 WIB

Museum Islam Indonesia Tebuireng, Tebarkan IsIam Ramah Lewat Dinding dan Artefak

Ruang KH M. Hasyim Asy'ari salah satu pojok sejarah di Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari. (Foto: dok. istimewa/Syarif Abdurrahman)

Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari (MINHA) memiliki peran penting dalam moderasi beragama dan toleransi di Jawa Timur dan Indonesia umumnya. 


Ide pendirian MINHA digagas oleh pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah (2006-2020), adik mendiang Gus Dur. Ia tergugah setelah melihat banyaknya pengunjung yang datang untuk berziarah ke makam Gus Dur. 


Museum ini bertujuan untuk menyajikan informasi terkait dengan sejarah perkembangan agama Islam di Indonesia dan kontribusinya terhadap bangsa serta corak penyebaran IsIam di Indonesia yang penuh toleransi dan kehidupan Islam modern di Indonesia.


"Ide terkait dengan konsep museum bagaimana sejarah masuknya Islam, pola penyebaran, tokoh penyebar, dulu digagas oleh Almarhum KH Salahudin Wahid yang kemudian direspon oleh pemerintah," jelas Humas dan Kemitraan Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari, Ari Setiawan, Jumat (29/11/2024). 

 
Salah satu sudut di Museum Islam Indoensia KH Hasyim Asy'ari di Tebuireng. (Foto: dok. istimewa/Syarif Abdurrahman)
 

Ari menjelaskan, ide pendirian MINHA muncul di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan di era Presiden Joko Widodo. Museum ini terdiri dari tiga lantai dan cukup unik, karena mengajarkan Islam yang ramah dan toleransi secara tak langsung lewat lukisan, gambar, foto di sepanjang dinding museum. 


Museum ini juga berisi berbagai koleksi artefak sejarah perkembangan Islam di Indonesia dari periode awal kemunculannya di Nusantara hingga masa kini. Seperti kitab bertuliskan Arab Melayu, Arab pegon, majalah Islam, karya ulama nusantara. 


"Museum ini diresmikan pada tanggal 19 Desember 2018 oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo. Terkait tentang isi dalam museum, di bawah kuratorial Bapak Bondan Kanumayoso dari Universitas Indonesia," imbuh Ari. 


Di sepanjang lorong dan dinding museum terhadap gambar tokoh-tokoh Islam antara lain KH Hasyim Asy'ari, Imam Bonjol, Wali Songo, Syekh Nawawi Al-Bantani, Pangeran Diponegoro dan disertai tulisan sedikit sejarah. Sehingga sangat layak dijadikan tempat belajar bagaimana IsIam yang ramah dan toleransi. 


Lokasinya berada di lingkungan Pesantren Tebuireng, tepatnya di sebelah barat pondok putri Pesantren Tebuireng. Di sebelah barat Museum, terdapat kawasan parkir untuk kendaraan para peziarah yang bermaksud menziarahi makam Gus Dur dan makam keluarga pengasuh Pesantren Tebuireng.


"Sekarang masuk museum gratis, ke depan rencana akan ada retribusi tiket. Ada ruang pertemuan, ada mushola, kantin, kamar mandi," ujarnya.


Ari menjelaskan, kehadiran MINHA yaitu membantu menyampaikan ke pengujung tentang sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang sangat berbeda. Karena pendekatan dakwah yang dilakukan ulama yaitu mengedepankan toleransi, tenggang rasa, dan saling pengertian di antara umat beragama. 


Konsep ini menekankan sikap tengah dan keseimbangan dalam menjalankan ajaran agama, serta menghindari ekstremisme dan intoleransi. Perkembangan IsIam di Indonesia yang ditampakkan ulama yaitu mengajarkan untuk menghargai perbedaan keyakinan, serta berusaha membangun kerjasama antar umat beragama untuk kebaikan bersama.


"Moderasi di tengah kehidupan masyarakat tidak cukup hanya diwacanakan, tetapi juga harus dipraktikkan dengan baik. Praktik baik moderasi beragama juga harus menginspirasi khalayak, agar menginspirasi maka masyarakat harus tahu. Salah satunya lewat mengunjungi museum. Membaca sejarah sambil wisata," katanya. 


Dikatakan Ari, ide moderasi beragama yang ditampilkan oleh KH Salahudin Wahid lewat MINHA merupakan kelanjutan pemikiran toleransi dan modernnya. Selain itu, Gus Sholah juga pernah mengabdi di Komnas HAM. Pengalaman dan wawasannya, mengantarkan pada satu pemahaman, sejarah IsIam Indonesia harus diabadikan dalam satu wadah museum.


Dengan tujuan, generasi penerus yang hidup di Indonesia bisa mewariskan sikap toleransi yang dicanangkan sejak lama oleh para tokoh Islam. Sehingga masyarakat Indonesia yang majemuk tetap bisa hidup berdampingan dan saling kerja sama dalam banyak hal. 


"Untuk tujuan MINHA, menyampaikan bahwa Islam masuk ke nusantara, ke Indonesia dengan jalur yang berbeda-beda di setiap daerahnya dan masuk dengan pendekatan yang soft, pendekatan adaptif, akulturasi dan asimilasi budaya," ujar Ari.

 
Jurnal Al-Munir yang terdapat di salah satu dinding Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari. (Foto: dok. istimewa/Syarif Abdurrahman)
 

Konsep yang ditawarkan MINHA menarik perhatian banyak masyarakat dari berbagai kalangan lintas agama, budaya, suku dan latar belakang. Menurut catatan MINHA, jumlah pengunjung dari bulan Januari sampai dengan September 2024 mencapai 109 764 pengunjung. 


Para pengunjung ini berasal dari pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi, Maluku hingga Papua. Bahkan beberapa sekolah membuat acara khusus study tour ke MINHA. 


"Pengunjung ada dari berbagai agama. Ada dari Kristen, Khonghucu, Budha, Hindu dan lain-lainnya. Bahkan ada juga sekolah Katolik dan Kristen yang melakukan kunjungan program merdeka belajar di museum MINHA. Biasanya setelah ziarah ke makam Gus Dur kemudian ke museum," beber Ari. 


Ruang Gus Dur dan Ruang Toleransi

Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari (MINHA), di bawah naungan Indonesian Heritage Agency (IHA) akan melakukan renovasi total guna meningkatkan kualitas layanan kepada para pengunjung.


Kegiatan renovasi ini membuat MINHA ke depan akan memiliki "wajah baru", yang merupakan contoh nyata dari implementasi tiga pilar utama Indonesian Heritage Agency (IHA), yaitu Reprogramming, Redesigning, dan Reinvigorating.


"Renovasi bertujuan menjadikan museum sebagai ruang inklusif untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang sejarah Islam di Indonesia," jelasnya Ari. 

 
Ruang Gus Dur di Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari. (Foto: dok. istimewa/Syarif Abdurrahman)
 

Salah satu sudut ruang yang baru di MINHA yaitu pojok Gus Dur dan KH Hasyim Asy'ari. Pojok Gus Dur berisi barang khusus dari Gus Dur sebagai bapak pluralisme Indonesia. 


Ruang Gus Dur berada di lantai satu sisi sebelah kanan pintu masuk museum. Para pengunjung langsung bisa melihat ruang tersebut karena di pintu depan ada panduannya. Begitu juga di pintu ruang Gus Dur ada tulisan Ruang Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid). 


Di sisi berlawanan dari Ruang Gus Dur ada dinding harapan dan dinding alamat. Pengunjung bisa menulis harapannya di sana. Sedangkan dinding sebelah baratnya bisa digunakan untuk menempel nama sekaligus alamat. 


"Koleksi utama museum sebanyak 106. Koleksi penunjang 204. Di antaranya mesin ketik Gus Dur, kaset musik Gus Dur, barongsai, sepeda onthel, dan ada juga jubah KH Hasyim Asy'ari," bebernya.


*) Liputan ini terbit atas kerja sama NU Online dengan LTN PBNU dan Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTKI) Kementerian Agama RI