Fragmen

Kisah Pernikahan Bung Tomo Sempat Ditentang Para Pejuang

Sabtu, 11 November 2017 | 04:22 WIB

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya sulit dipisahkan dari sosok Soetomo atau lebih dikenal dengan panggilan Bung Tomo. Pidatonya yang membakar semangat arek-arek surabaya saat itu, kemudian menjadi tokoh pergerakan pemuda yang sangat dihormati di antara sekian banyak tokoh penggerak lainnya.

Masa-masa setelah pertempuran itu,   Belanda terus melakuakn agresi militer dalam upayanya menguasai kembali Indonesia. Para pemuda meresponnya dengan melawan dengan angkat senjata demi upaya mempertahankan kemerdekaan. Slogan yang populer pada masa revolusi ini : "Sekali merdeka tetap merdeka" dan "Merdeka atau mati".

Nah, pada zaman revolusi ini ada cerita menarik dari Bung Tomo yang hendak melangsungkan pernikahan. 

Pada tahun 1947, masa pertempuran masih belum usai, keinginan pemuda untuk Indonesia merdeka 100 persen masih belum terwujud. Di masa tersebut, para pejuang pemuda tidak boleh melakukan hal-hal yang sifatnya menguntungkan pribadi, salah satunya adalah pernikahan. Mereka berpendapat, bahwa pernikahan dan pertunangan bertentangan dengan semangat revolusi yang harus diwujudkan bersama-sama.

Bung Tomo yang saat itu berusia 27 Tahun, memiliki persaan bersalah karena hendak nikah pada zaman revolusi. Untuk itu, ia meminta izin dan persetujuan dari kelompok pemuda yang dipimpinnya. Pemakluman pernikahan inipun diumumkan di media-media dengan persyaratan ketat dari Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia.

Berikut isi pemaklumannya :

MENIKAH
Mengingat  gentingnya masa, maka perkawinan kawan kami Soetomo (Bung Tomo) dengan Pi Soelistina, yang akan berlangsung bertemunya nanti pada tanggal 19 Juni 1947 jam 19.00 tidak kami kehendaki akan dirayakan dengan cara bagaimanapun juga. Pucuk Pimpinan Pemberontakan menyetujui perkawinan dua kawan seperjuangan itu, berdasarkan perjanjian mereka;

1. Setelah ikatan persahabatan mereka diresmikan itu, mereka akan lebih memperhebat perjuangan untuk rakyat dan revolusi,

2. Meskipun perkawinan telah dilangsungkan, mereka tidak menjalankan kewajiban dan hak sebagai suami-istri sebelum ancaman terhadap kedaulatan negara dan rakyat dapat dihalaukan.

Kami akan berterima kasih, bila kawan kawan seperjuangan dari jauh berkenan memberikan berkah pangestu kepada kedua mempelai itu.

Dewan Pimpinan Harian Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia. Jl. Rampal 75 Malang. (Abraham Iboy disarikan dari Soe Hok Gie ; Orang Orang di Persimpangan Kiri Jalan, Bentang, 1997)


Terkait