
Ilustrasi: salah satu pengajian yang dihadiri oleh Muslim di Ibaraki, Jepang, Sabtu (1/3/2025). (Foto: dok. istimewa/Haris)
Jepang, NU Online
Sebagai salah satu negara maju di Kawasan Asia timur, Jepang dikenal memberikan hak yang sama kepada semua warga negaranya, salah satunya kepada umat Muslim. Melansir The Asahi Shimbun, populasi Muslim di Jepang mencapai 230 ribu pada akhir 2020, dengan 47 ribu berstatus sebagai warga negara.
Penentuan awal Ramadhan di Jepang menggunakan metode rukyatul hilal dan menyepakati bahwa 1 Ramadhan 1446 H jatuh pada Ahad, 2 Maret 2025. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang, Achmad Gazali.
“Berdasarkan ikhbar PCINU Jepang, kami mulai berpuasa di tanggal 2 Maret. Umat muslim, salah satunya saya sangat nyaman berpuasa di sini, walaupun minoritas Islam. Karena negara ini menghargai kebebasan beragama, lebih-lebih kami berpuasa di akhir musim dingin,” ungkapnya yang juga alumni S3 The United Graduate School of Agricultural Science, Gifu University Japan.
Salah satu bukti perkembangan muslim di Jepang adalah kemudahan dalam menemukan makanan halal, seperti di supermarket dan berbagai pasar. Selain itu, sudah banyak bangunan masjid yang tersebar di negara itu.
“Dalam memilih menu berbuka dan sahur, kami mudah menemukannya di Supermarket, seperti ikan dan daging halal lainnya. Disini juga sudah terbangun banyak masjid, sekitar ada 13 masjid yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama,” jelas Achmad Gazali.
Selama bulan Ramadhan, salah satu kegiatan khususnya adalah tadarus Al-Qur’an dan mendatangkan para dai dan memperjalankan mereka ke berbagai MWCINU di Jepang.
“Kegiatan rutin yang kami lakukan di sini tidak beda halnya di Indonesia, seperti tarawih dan witir 23 rakaat, tadarus, juga dengan mendatangkan ustadz dan mengisinya dengan kultum. Islam di sini sangat ramah dengan budaya saling menghargai,” tuturnya.
“Ramadhan di Jepang tidak ada tantangan apapun, semua muslim bebas menjalankan ibadah Ramadhan. Sikap tasamuh atau toleransi yang tinggi membuat kami nyaman dan damai dalam menjalankan ibadah. Sikap inilah yang perlu di adopsi oleh penduduk dunia agar tercipta kehidupan yang damai,” Achmad Gazali yang juga lulusan S2 Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.