Internasional

Sekolah di Malawi Larang Siswinya Pakai Jilbab, PBB Serukan Peningkatan Toleransi Beragama

Sabtu, 9 November 2019 | 16:00 WIB

Sekolah di Malawi Larang Siswinya Pakai Jilbab, PBB Serukan Peningkatan Toleransi Beragama

Satu sekolah di Kota Balaka, Malawi, Afrika Timur, melarang dua siswinya mengenakan jilbab selama mereka berada di sekolah pada Senin (4/11). (Foto: AFP)

Balaka, NU Online
Satu sekolah di Kota Balaka, Malawi, Afrika Timur, melarang dua siswinya mengenakan jilbab selama mereka berada di sekolah. Peristiwa itu terjadi di Sekolah M’Manga, sebuah sekolah yang dikelola oleh Gereja Anglikan, pada Senin (4/11). 

Insiden itu memicu konflik antara warga Islam dan Kristen di negara tersebut. Setidaknya,  dua orang mengalami luka serius. Di samping itu, satu masjid, satu gereja, beberapa toko, rumah pendeta, dan jendela sekolah rusak akibat insiden tersebut. 
 
Untuk diketahui, mayoritas penduduk Malawi beragama Kristen. Hanya sekitar 11 persen yang beragama Islam.

Atas kejadian itu, Koordinator Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Malawi, Maria Jose Torres, menyerukan peningkatan toleransi beragama di negara yang beribukotakan Lilongwe itu. 
 
Menurutnya, warga Malawi seharusnya ‘menghormati keyakinan pemeluk agama lainnya dan selalu mengedepankan dialog secara damai untuk menyelesaikan permasalahan’.

Torres menegaskan, menjalankan agama merupakan hak dasar setiap orang. Jadi, siapa saja yang menghalangi atau melarang hak tersebut—termasuk melarang murid mengenakan pakaian sesuai ajaran agama mereka- maka dia melanggar hak asasi manusia dan itu tidak sesuai dengan standar pendidikan internasional.
 
“Hak-hak untuk berekspresi dan menjalankan agama adalah hak-hak dasar yang menjamin martabat manusia dan demokrasi,” kata Torres, dikutip NU Online dari laman abcnews, Sabtu (9/11).

Dia mendesak otoritas Malawi untuk memastikan bahwa setiap warga negara ‘dapat menjalankan keyakinan dan praktik budaya mereka, bebas dari penganiayaan dan diskriminasi’. Karena Konstitusi Malawi menjamin kebebasan berekspresi dan beragama. 

“Pelarangan (jilbab) hanya akan membuat anak-anak perempuan enggan bersekolah, menghalangi mereka untuk belajar dan berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat, di saat Malawi berupaya menghentikan pernikahan anak dan mendorong anak-anak untuk mendapatkan pendidikan," imbuhnya. 
 
Pewarta: Muchlishon
Editor: Abdul Muiz