Alumni Unusia Minta Polda Metro Hapus Penetapan Tersangka Angga Saputra
Sabtu, 4 Oktober 2025 | 12:00 WIB
Angga Saputra saat ditemani keluar dari tahanan di Polda Metro Jaya, Jakarta, pada Kamis (2/10/2025). (Foto: Instagram perempuanprogresif.jkt)
Jakarta, NU Online
Perhimpunan Alumni Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia untuk Demokrasi (PAUDem) meminta kepada Polda Metro Jaya untuk menghapus penetapan tersangka Mahasiswa Baru Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Angga Saputra.
Diketahui, Angga telah ditangkap oleh kepolisian saat hendak mengikuti kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB), di Kampus Unusia Regional B, Parung, Bogor di kawasan Pancoran Buntu II, Jakarta Selatan, pada Rabu (1/10/2025).
Meski telah dibebaskan dari tahanan pada Kamis (2/10/2025), Angga telah ditetapkan sebagai tersangka, yang keberadaannya di pantau hingga wajib lapor. Hingga kini, Angga diketahui sedang mengikuti kegiatan PKKMB Unusia.
Berdasarkan informasi yang NU Online himpun, Angga mengalami pemukulan selama dua jam saat proses penangkapan oleh sekitar 10 orang dengan satu mobil dan tiga motor. Barang-barang milik Angga seperti telepon genggam disita kepolisian.
NU Online memperoleh informasi bahwa penahanan terhadap Angga karena ia diduga melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU Perlindungan Anak. Angga dijerat UU ITE karena berperan sebagai narahubung dalam ajakan aksi demonstrasi pada 28 Agustus 2025. Sementara itu, UU Perlindungan Anak digunakan karena ia diduga memperalat anak untuk melakukan tindakan anarkis.
“Kami mendesak kepolisian segera mencabut status tersangka Angga Saputra, mengembalikan barang pribadinya, serta bertanggung jawab atas tindak kekerasan yang dialaminya. PAUDem akan terus mengawal kasus ini dan mengajak civitas akademika seluruh Indonesia untuk bersolidaritas," kata Juru Bicara PAUDem, Tegar Afriansyah melalui keterangan yang diterima NU Online pada Jumat (3/10/2025).
Tegar juga menilai bahwa tindakan tersebut cacat prosedural, sarat kriminalisasi, dan mencederai kebebasan akademik.
“Kasus Angga adalah bukti nyata bahwa aparat menggunakan hukum sebagai alat represi terhadap mahasiswa. Penetapan tersangka terhadap mahasiswa baru yang bahkan belum sempat menjalani kehidupan perkuliahan adalah bentuk kriminalisasi dan ancaman serius bagi kebebasan akademik,” katanya.
Tegar menambahkan, wacana reformasi kepolisian yang belakangan digaungkan ke publik justru tampak sebagai ilusi semata. Ia menekankan kepada Kapolri Listyo Sigit agar sungguh-sungguh membenahi institusi tersebut.
“Jika Kapolri sungguh-sungguh ingin berbenah atas institusi yang kini sangat tidak dipercaya publik, mulailah dengan membebaskan seluruh aktivis yang ditahan, baik di Jakarta maupun di seluruh Indonesia. Jika hal itu tidak dilakukan, kepolisian hanya pantas dilabeli sebagai lip service,” tegasnya.
Kembali, Ia menegaskan bahwa demokrasi dan kebebasan akademik adalah fondasi pendidikan tinggi. Kriminalisasi mahasiswa baru seperti Angga Saputra adalah tanda kemunduran demokrasi dan ancaman serius bagi masa depan kebebasan akademik di Indonesia.
Sehubungan dengan itu, PAUDem menyatakan sikap. Pertama, mendesak kepolisian untuk mencabut status tersangka terhadap Angga Saputra dan mengembalikan barang pribadinya tanpa syarat.
Kedua, meminta pertanggungjawaban atas dugaan kekerasan fisik yang dialami Angga selama penangkapan. Ketiga, mendorong Komnas HAM dan Kompolnas melakukan investigasi independen terhadap peristiwa ini.
Keempat, mengajak civitas akademika dan masyarakat luas untuk menolak segala bentuk kriminalisasi mahasiswa. NU Online masih berupaya menghimpun dan menggali fakta-fakta terbaru atas kejadian tersebut.