Kendal, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2022-2027 KH Ahmad Mustofa Bisri mengatakan bahwa sosok KH Dimyati Rois termasuk kategori wali.
Sosok yang akrab disapa Gus Mus ini mengutarakan pendapatnya saat menghadiri acara peringatan 7 hari wafatnya pengasuh Pesantren Al-Fadhlu wal Fadhilah Kaliwungu Kendal ini pada Kamis (16/6/2022) malam.
Dirinya memiliki patokan seseorang itu layak disebut seorang wali atau tidak.
“Kalau kalian itu semisal ada orang aneh langsung kalian anggap sebagai wali. La ya’riful wali illal wali. Yang tahu wali itu hanya wali, yang tidak wali jangan ikut-ikutan menganggap seseorang itu wali,” ujarnya disertai tawa para hadirin.
Menurut pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh Rembang ini, wali itu sama seperti halnya Lailatul Qadar yang dirahasiakan dan tidak bisa dijadikan patokan.
“Wali itu sama dengan halnya Lailatul Qadar. Dirahasiakan, misteritus. Dijadikan misterius oleh Allah agar kalian giat beribadah selama Ramadhan,” ungkapnya.
Olehnya, alasan kenapa wali itu dirahasiakan adalah agar setiap orang itu saling menghormati dan tidak menyepelekan satu sama lain.
“Nah, wali itu dirahasiakan supaya kalian bisa menganggap seseorang itu wali, sehingga tidak mudah menyepelekan orang lain. Bisa saja yang tampilannya biasa itu malah wali. Maka jangan suka menyepelekan orang,” bebernya.
Gus Mus kemudian menjelaskan alasan kenapa dirinya berani menyebut Mbah Dim termasuk seorang wali.
“Saya berani menganggap Pak Dim wali sesudah wafatnya, sebelumnya saya tidak berani. Sebelumnya saya tidak pernah menganggap Pak Dim itu Wali. Sebab Pak Dim punya satu keistimewaan, istiqamah,” kata sahabat Gus Dur ini.
“Al-istiqamatu khairum min alfi karamah. Saya tidak heran kalau ada orang bisa terbang, bisa jalan di atas air. Tapi saya kagum kalau ada orang yang bisa istiqamah,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Gus Mus kemudian memberikan penjelasan mengenai definisi wali. Menurutnya, seseorang bisa dikatakan wali jika sudah bisa istiqamah melakukan kebaikan.
“Siapa wali Allah itu? Yaitu “alladzîna qâlû rabbunallâhu tsummastaqâmû”. Kalau rabbunallâh kalian semua bisa melakukan. Ini istiqamah,” jelasnya.
“Maka dari itu, saya bisa mengetahui seseorang itu wali atau tidak ketika orang itu sudah meninggal seperti ini. Karena kita bisa memeriksa, kalau bahasa sekarang disebut rekam jejaknya,” lanjutnya.
Kiai yang pernah berkuliah di Al-Azhar Kairo Mesir ini kemudian memberikan memuji sosok Kiai Dimyati yang selalu istiqamah hingga akhir hayatnya.
“Seperti rekam jejaknya Pak Dim, apa yang ia lakukan. Selalu memberi orang-orang, selalu memperdulikan orang-orang, dan sebagainya terus hingga waktu wafatnya. Ini tadi Gus Alam cerita kalau Kiai Dim mau meninggal saja masih sempat untuk memikirkan pesantren,” tukasnya.
“Semoga putra-putri Kiai Dim bisa meneruskan peninggalannya berupa Pesantren Al-Fadhlu wal Fadhilah ini,” pungkasnya.
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Alhafiz Kurniawan