Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri berkunjung ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, pada Rabu (24/8/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pendakwah Internasional asal Jeddah, Arab Saudi, Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri berkunjung ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, pada Rabu (24/8/2022). Pertemuan itu memiliki tema 'Tantangan Berdakwah Mengajak ke Jalan Allah di Era Digital dalam Beragama di Dunia Nyata dan Maya.'
Di Kantor PBNU itu, di hadapan para pecinta dan pengikutnya yang ada di Indonesia, Habib Ali membaca dan membahas kitab Adabul Alim wal Muta'alim, karya Pendiri NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari.
Pada kesempatan itu, ia membaca bab kedua yang terdapat penjelasan mengenai sepuluh jenis adab bagi orang yang hendak menuntut ilmu. Namun, karena keterbatasan waktu, Habib Ali hanya menjelaskan tiga dari sepuluh adab yang ditulis Mbah Hasyim.
Adab pertama bagi orang yang sedang menuntut ilmu agama adalah harus menyucikan hatinya dari kebencian, kedengkian, kotoran, dendam, prasangka buruk, dan perangai yang buruk.
"Sehingga dia (orang yang menuntut ilmu) memiliki kelayakan untuk menerima ilmu dan menampung ilmu. Juga memiliki kelayakan untuk mencapai detail-detail makna yang terkandung di dalam ilmu dan pemahaman-pemahaman dari yang terpendam di dalam ilmu itu," jelas Habib Ali.
Adab yang kedua adalah memperbaiki niat dalam menuntut ilmu. Seorang pembelajar hendaknya memiliki niat semata-mata hanya mencari ridha Allah, serta akan mengamalkan ilmunya.
Habib Ali menuturkan, menuntut ilmu hendaknya bertujuan untuk menghidupkan syariat Allah. Sebab ilmu dapat menjadi penerang hati dan menghiasi batin seseorang untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah.
Lebih lanjut, Habib Ali mengatakan bahwa seorang santri tidak bertujuan agar ilmu yang sedang dicari itu menjadi alat untuk kepentingan-kepentingan duniawi. Di antaranya untuk mendapatkan posisi, jabatan, kedudukan, harta, atau ilmu tersebut dijadikan bahan membanggakan diri sehingga orang lain menghormatinya.
Ketiga, hendaklah seseorang menyegerakan diri untuk menuntut ilmu di masa mudanya. Jangan sampai tertipu dengan hal-hal yang membuat malas dan menunda waktu belajar.
Sebaiknya, orang yang sedang menuntut ilmu sebisa mungkin dapat memutus segala hal yang dapat menyibukkan diri, sehingga bisa terus bersemangat untuk mendapatkan ilmu, dan tidak terkecoh dengan segala sesuatu yang berpotensi memutus hubungan dari jalan menuntut ilmu.
"Ini tiga hal dari 10 adab yang menjadi bekal kita untuk menghadapi tantangan di zaman digital," ungkap Habib Ali.
Ia kemudian menyebutkan bahwa NU merupakan perkumpulan terbesar di dunia dengan pengikut hampir mencapai 100 juta. Menurut Habib Ali, segala kebaikan yang menyebar lewat NU di kalangan Nahdliyin berada di atas fondasi niat yang juga diniatkan oleh para pendirinya.
Ia menegaskan, penjelasan mengenai adab yang diterangkan Mbah Hasyim dalam kitabnya itu, merupakan modal dan fondasi utama bagi para pengikut NU.
"Di era digital atau di era mana pun walaupun di zaman batu, (adab) ini adalah fondasi kesuksesan. Persiapkan untuk menjadi seorang dai yang teguh, istiqomah di jalan Allah, maka segala problem akan terselesaikan semua," jelasnya.
Habib Ali lantas meminta Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar agar kitab Adabul Alim wal Muta'alim karya Mbah Hasyim itu terus diajarkan di semua pondok pesantren, sekolah, dan lembaga pendidikan di bawah naungan NU.
Sebab menurutnya, adab-adab yang diajarkan Mbah Hasyim itu mampu mencetak para pendakwah di lingkungan NU yang memiliki kesungguhan dan ketulusan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa mengatakan, dakwah di era digital sangat luar biasa. Era digital ini telah menggeser tradisi keilmuan klasik turots (kitab kuning) yang sangat mementingkan ketersambungan sanad.
Kini, orang-orang ingin cepat mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan dari internet dan media sosial seperti youtube, facebook, dan instagram.
Kiai Zulfa kemudian bersyukur karena Kantor PBNU kedatangan tamu agung, yakni seorang ulama besar yang berpengalaman dalam dakwah yang luar biasa. Tak heran, jika Habib Ali Al-Jufri ini dicintai oleh santri-santri di lingkungan NU.
"Beliau (Habib Ali) ini manhajnya sama seperti yang dibawa ulama-ulama kita, penuh kelembutan, sama seperti Habib Umar bin Hafidz. Karenanya, beliau banyak diterima di penjuru dunia, di mana pun," jelas Kiai Zulfa.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad