Nasional

Hari Pangan Sedunia, PBNU: Pemerintah Harus Lindungi dan Berikan Petani Edukasi

Rabu, 17 Oktober 2018 | 11:20 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS), Ketua PBNU Bidang Ekonomi Umar Syah menyoroti kondisi petani yang cenderung masuk kategori sebagai kelompok ‘rentan’ (vulnerable) dalam sistem pertanian di tanah air.

Pasalnya, kelompok petani kerap dihadapkan pada masalah-masalah yang umumnya bersumber pada minimnya proteksi pemerintah pada mereka. Misalnya masalah harga penjualan hasil panen yang terlalu murah dan cenderung merugikan petani. 

“Pemerintah sebagai pengatur kebijakan seharusnya memberikan proteksi terhadap petani yang rentan menghadapi politik dagang dengan pelaku pasar. Karena mereka para petani kan seringnya ada di sawah, jadi konsekuensinya tidak terlalu paham tentang tentang mekanisme pasar,” ujar Umar Syah kepada NU Online, di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (17/10).

Kelompok petani yang oleh KH Hasyim Asy’ari disebut sebagai ‘penolong negeri’ dalam konteks perdagangan, sering tak ‘berkutik’ di hadapan para pedagang yang mampu 'memainkan' harga di pasaran. 

“Yang selalu dikuatirkan petani adalah; hasil pertainian saya siapa yang beli? Sebab kalau tidak segera dibeli, maka kualitasnya bisa menurun. Jika kondisi ini tidak diproteksi dengan menetapkan harga beli terendah dan dikontrol, maka bisa dibeli dengan harga yang murah oleh pelaku pasar dan menyebabkan petani merugi,” ujar Umar Syah.

Umar Syah menilai salah satu solusi yang bisa ditempuh agar Pemerintah dapat lebih leluasa melakukan kontrol terhadap hasil tani adalah dengan melibatkan kementerian pertanian dalam proses penjualan hasil tani. 

“Untuk menjaga stabilitas harga komoditas pertanian dalam negeri, Kementan seharusnya memiliki kewenangan mengontrol dan mengintervensi pasar. Karena Kementan memiliki data, mulai biaya produksi, ketersediaan stok perdaerah dan tingkat permintaan yang cenderung fluktuatif dari masa ke masa,” jelas Umar Syah.

Hal lain yang menjadi sorotan adalah minimnya edukasi baik dalam penerapan teknologi dalam sistem pertanian, atau pelatihan manajemen pengelolaan sistem pertanian. Umar Syah mengungkapkan, para petani pada umumnya menguasai teknik pertanian dari keluarga dan tetangganya, tanpa melalui edukasi yang sistematis sehingga mereka cenderung ‘gagap’ akan kemajuan teknologi dalam sektor pertanian.

“Ilmu mekanisasi, perkembangan itu tidak sampai ke petani. Know how-nya tidak disertakan,” lanjut Umar Syah. Pada kondisi ini petani relatif jarang tersentuh oleh perkembangan teknologi di sektor pertanian, sehingga tak terjadi efektivitas dan efisiensi proses pertanian yang pada akhirnya menyebabkan tak meningkatnya hasil pertanian mereka.

Kondisi ini pula, lanjut Umar Syah, yang menyebabkan sektor pertanian Indonesia tak mampu bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya yang telah mengadopsi teknologi ke dalam sistem pertanian mereka.

Kesimpulannya, kata Umar Syah, para petani memerlukan kehadiran Pemerintah dalam memberikan pendampingan dalam pengelolaan tani dan pembelajaran penggunaan teknologi pertanian. Kedua kondisi ini akan secara otomatis menghasilkan peninggkatan produktivitas pertanian dengan syarat pemerintah memberikan proteksi pada stabilitas harga pasar. 

Buah dari proses itu akan menghasilkan dua hal secara bersamaan: yakni meningkatnya kesejahteraan para petani dan terjadinya ketahanan pangan secara nasional. 

“Itu akan terjadi otomatis terjadi jika petani lebih diperhatikan lagi. Mereka akan punya semangat yang tinggi karena mereka diperhatikan, diproteksi dan diberi pendamingan,” pungkasnya.

Kendati begitu, Umar Syah tak memungkiri adanya perbaikan yang dilakukan Pemerintah terutama oleh Kementerian Perdagangan terhadap sektor pertanian mulai dari penyaluran bibit hingga penerapan teknologi pertanian. 

“Saya kira Pemerintah dalam hal ini Kementan sudah banyak melakukan perbaikan di sektor pertanian termasuk dengan upaya memperluas lahan pertanian, penerapan teknologi dan penyaluran bantuan tepat sasaran. Tinggal bagaimana meningkatkan itu dan melakukan pengawasan dengan lebih baik,” pungkasnya.(Ahmad Rozali)


Terkait