Keluhan Masyarakat soal Semrawutnya Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024
Jumat, 2 Februari 2024 | 20:30 WIB
Rentetan alat peraga kampanye partai politik peserta pemilu 2024 di Flyover Palmerah, Jakarta Barat, Kamis, 18 Januari 2024. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pemilihan umum (pemilu) 2024 baik pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres) masih dalam tahap kampanye. Masa kampanye berlangsung dari tanggal 28 November hingga 10 Februari 2023.
Ada berbagai cara yang dilakukan oleh calon legislatif dan capres-cawapres untuk menggaet suara pemilih, salah satunya dengan memasang alat peraga kampanye (APK) seperti spanduk, baliho, dan bendera.
Cara seperti ini umum dilakukan oleh para peserta kampanye dalam setiap edisi pemilu. Jalanan di berbagai wilayah, tak terkecuali di ibu kota Jakarta tak luput dari baliho, bendera, poster, spanduk para peserta pemilu 2024.
Alat peraga kampanye bergambar wajah dan bertuliskan visi misi ini dapat dengan mudahnya ditemui di sepanjang jalan, misalnya di Jalan Salemba Raya, Jalan Cikini Raya, Jalan Kramat Raya. Tak sedikit APK yang dipasang di jembatan penyeberangan hingga pohon. Selain itu banyak APK yang sudah dalam kondisi rusak, namun dibiarkan begitu saja.
Banyak para pengguna jalan yang merasa terganggu dengan banyaknya baliho yang tidak dipasang pada tempatnya. Salah satunya, Tata, ia merasa terganggu dengan berbagai macam alat peraga kampanye di sepanjang Jalan Cikini Raya.
"Kalau menurut aku sih lumayan mengganggu kenyamanan juga yah, karena dulu itu saya pernah jalan, tiba-tiba kayak kepentok sama baliho itu. Jadi kayak mengganggu," ujar Tata kepada NU Online di depan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Rabu (31/1/2024).
Menurut dia, sebaiknya para peserta pemilu 2024 lebih memaksimalkan penggunaan internet untuk kampanye daripada menggunakan baliho, poster, dan bendera, karena itu akan menciptakan sampah lingkungan. Ia berharap agar peserta pemilu lebih memperhatikan aturan pemasangan alat peraga kampanye.
"Kalau di pohon setahu saya ada kode etiknya dan nggak boleh merusak pohon apalagi jangka panjang juga. Jadi mungkin kalau emang pakai baliho ada tempat khususnya dia dipakaikan kayak tiang atau apa, yang penting nggak mengganggu kota, lingkungan yang ada di sini," imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Arief, pria yang sehari-hari bekerja sebagai ojek online ini merasa terganggu dengan adanya baliho di sepanjang jalan, apalagi banyak baliho yang sudah rusak.
"Jadi kurang indah juga, jangan semuanya bikin baliho, kan mengganggu ketertiban jalan. Kalau untuk tertimpa baliho sih tidak paling hampir terkena, kayak rubuh," ujarnya.
Ia berharap agar para peserta pemilu, baik pemilu yang sekarang maupun yang akan datang dapat memperhatikan hal-hal seperti keamanan dan keindahan dalam pemasangan alat peraga kampanye.
Salah seorang pejalan kaki bernama Fida juga merasa terganggu, karena beberapa tempat kurang terurus. Sehingga baliho-baliho tersebut mulai rusak dan akhirnya mengganggu lalu lintas, baik untuk kendaraan motor maupun pejalan kaki.
"Kalau dibilang mengganggu ya lumayan mengganggu ya, soalnya ada beberapa tempat dari baliho-baliho itu yang kurang keurus, jadinya mungkin karena sudah kelamaan, kena angin segala macam jadinya juga mulai jatuh. Akhirnya mengganggu jalanan. Entah itu jalanan lalu lalang motor ataupun buat pejalan kaki. Jadi itu yang mengganggu," ujarnya ditemui NU Online di Jalan Kramat Raya.
Salah seorang pengguna jalan lainnya, bernama Atikah juga merasa terganggu. Menurutnya, jika jumlah baliho, poster, dan bendera tidak banyak, masih dapat diterima. Namun, jika jumlahnya banyak, mungkin ada baiknya mencari metode lain.
"Karena yang cetak-cetak gini juga kadang kita juga ngelihatnya oh ya udah," ujarnya.
"Pemilu ke depan jangan sampai ada lagi yang kayak gini. Apalagi di flyover kan banyak banget, nggak ada jarak di antara baliho-baliho itu mungkin bisa dipikirin ada ketentuan di flyover nggak boleh, per baliho ada jarak atau sebagainya," imbuhnya.