Nasional

Ketum PBNU Serukan Persatuan dalam Peringatan Hari Santri untuk Hadapi Tantangan Zaman

Jumat, 10 Oktober 2025 | 16:30 WIB

Ketum PBNU Serukan Persatuan dalam Peringatan Hari Santri untuk Hadapi Tantangan Zaman

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan sambutan pada Kick-Off Hari Santri di Plaza Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyerukan pentingnya persatuan nasional sebagai inti peringatan Hari Santri 2025. Dalam pidatonya pada Kick-Off Hari Santri di Plaza Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025), Gus Yahya mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu menghadapi tantangan bersama yang tidak mudah, dengan menjadikan amanat pendiri NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari sebagai panduan.


“Seruan yang paling mendasar dari peringatan Hari Santri ini adalah seruan untuk bersatu. Mari kita mengajak seluruh elemen bangsa ini untuk menggalang persatuan nasional dalam rangka bersama-sama menghadapi tantangan bersama yang memang tidak mudah,” tegas Gus Yahya. 


Ia menekankan bahwa tidak ada satu pihak pun yang mampu menghadapi tantangan zaman sendirian, sehingga perjuangan harus dijalani bersama-sama.


Gus Yahya kemudian mengutip amanat langsung Hadratussyekh Hasyim Asy'ari yang mendasar bagi warga NU.

 

Udkhuluhaa ay udkhulu hadzihil jam'iyyah, jam'iyyatan nahdlatil 'ulama, bil mahabbah wal widaad. Bil mahabbati wal widaad, wal ulfati wal ittihad, wal ittishali bil arwahi wal ajsaad (Masuklah kalian semua di dalam jam'iyyah Nahdlatul Ulama ini dengan kasih sayang dan cinta),” ujarnya mengutip sang Rais Akbar.


Menurutnya, perintah untuk masuk NU dengan penuh cinta dan kasih sayang (bil mahabbati wal widaad), kerukunan dan persatuan (wal ulfati wal ittihad), serta penyatuan jiwa dan raga (wal ittishali bil arwahi wal ajsaad) ini adalah fondasi yang tidak bisa ditawar. 


“Jadi kalau sampean tidak bisa menyayangi sesama NU, lebih baik tidak usah ikut NU saja. Karena perintahnya kita harus masuk NU ini bil mahabbati wal widad,” tegasnya.


Menurut Gus Yahya pemahaman tentang persatuan tidak berarti menafikan perbedaan. Perbedaan pandangan, pendapat, atau status adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. 


Yang menjadi permasalahan, Gus Yahya berpendapat, banyak orang berpikir bahwa perbedaan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum bersatu. Padahal, menurutnya, Hadratussyekh justru memerintahkan untuk bersatu terlebih dahulu.


“Bersatu dulu, baru kalau ada masalah kita selesaikan. Justru banyak masalah yang muncul gara-gara kita tidak bisa bersatu. Karena kita tidak mau bersatu maka muncul masalah-masalah yang sebetulnya tadinya tidak ada. Masalah itu tidak ada, bahkan substansinya tidak ada. Tetapi gara-gara tidak mau bersatu, masalah diada-adakan,” paparnya.


Oleh karena itu, Gus Yahya mengajak untuk memperluas wilayah amanat Hadratussyekh tersebut tidak hanya untuk internal NU, tetapi untuk seluruh Bangsa Indonesia. Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk memasuki ikatan Indonesia dengan cinta, kerukunan, dan kesatuan yang menyeluruh, baik secara fisik maupun spiritual.


Mengakhiri pidatonya, Gus Yahya berharap dengan kebersatuan itu, pertolongan Allah SWT akan turun. “Semoga dengan kebersatuan itu kemudian Allah SWT menurunkan pertolongannya sebagaimana dijanjikan yadullahi ma'al jama'ah, kalau mau ditolong bersatulah,” pungkasnya.