Nasional

Kiai, Aktivis dan Blogger Ramai-ramai Kecam Hoaks

Jumat, 12 Oktober 2018 | 10:35 WIB

Jakarta, NU Online

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) baru saja merilis temuan  tentang tingginya konten hoaks di media sosial di Indonesia terutama dalam isu politik dan agama. Temuan itu mengonfirmasi tingginya tensi hubungan masyarakat di media sosial. Sejumlah tokoh seperti Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj sampai menyarankan akan adanya peringatan Hari Anti-Hoaks Nasional untuk mengingatkan bahanya berita bohong.

Para pengamat seperti Syaiful Arif, Direktur Eksekutif Perjumpaan Pendidikan Pancasila dan Demokrasi juga menyebut hal serupa bahwa keberadaan hoaks atau berita bohong mengancam jalannya demokrasi. Walaupun bersifat bebas, katanya, demokrasi tidak membenarkan skenario politik yang bersandarkan kebohongan.


Baca Juga: Kiai Said Setuju Hari Anti Hoaks Diperingati

Baca Juga: Sejumlah Pihak Setuju 3 Oktober Diperingati Hari Antihoaks


Di kalangan generasi millenial, seruan serupa juga digalakkan. Aktivis Media Sosial dan Blogger, Enda Nasution juga menyeru kecaman pada maraknya kabar bohong di media sosial. Kabar hoaks menurutnya seperti virus, dan cara menangkalnya adalah meningkatkan imunitas dalam tubuh. 

“Analoginya seperti orang yang terkena berbagai macam kuman dan bakteri, maka orang itu harus memperkuat daya tahan tubuh. Begitu juga dengan hoax, semakin sering mendapat hoaks maka kita juga harus meningkatkan daya tahan dan pikiran terhadap hoaks,” ujar Enda Nasution, Jumat (12/10).

Kerugian akibat hoaks tidak cuma waktu dan tenaga yang terbuang untuk membahasnya, namun juga dapat berdampak hilangnya kepercayaan masyarakat pada orang yang kerap mempercayai dan menyebarkan berita bohong tersebut. Padah akhirnya, dapat menimbulkan perpecahan di antara masyarakat itu sendiri.

Di antara solusi untuk menghentikan laju sebaran kabar hoaks adalah dengan meningkatkan peran pemerintah, baik dalam hal penindakan bagi mereka yang menyebarkan hoaks atau juga untuk mengklarifikasi informasi-informasi yang kadung beredar di masyarakat.

Cara lain yang perlu ditempuh adalah penguatan literasi digital yang peru ditingkatkan di tengah masyarakat yang makin gandrung pada media sosial. “Dengan begitu masyarakat bisa tahu dan makin sensitif terhadap berita hoaks," katanya.

Sebelumnya Mafindo merilis temuan tentang maraknya berita bohong di media sosial yang sebagian besar terdiri dari disinformasi atau penyampaian informasi yang salah (dengan sengaja) untuk membingungkan orang lain.

Lalu, konten baik yang bersifat hoaks (fata palsu atau disinfrmasi) didominasi oleh konten politik denngan prosentase sebesar 58.70 persen. Sebagian besar hoaks tersusun dari gabungan narasi dan foto 50.43 persen. Terakhir, facebook menjadi media sosial yang sangat dominan dalam menyebarluaskan hoaks mencapai 47.83 persen, disusul Twitter 12.17 persen dan WA 11.74 persen. (Ahmad Rozali)

 


Terkait