Nasional

Mahasiswa PAI UNJ Gali Sejarah Masuknya Islam ke Tanah Betawi

Rabu, 13 November 2019 | 05:30 WIB

Mahasiswa PAI UNJ Gali Sejarah Masuknya Islam ke Tanah Betawi

Para peserta seminar berpose bersama narasumber dalam Seminar Islamic Studies di Kampus UNJ, Jakarta Timur, Selasa (13/11). (Foto: NU Online/Rahman)

Jakarta, NU Online

Program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) bekerjasama dengan Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al Mu'tabarah an Nahdliyah (MATAN) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar Seminar Islamic Studies di Kampus UNJ, Jakarta Timur, Selasa (13/11). Kegiatan yang dihadiri ratusan mahasiswa Fakultas Agama Islam tersebut sengaja digelar untuk menggali sejarah atau asal-usul masuknya Islam ke tanah betawi.

 

Narasumber seminar yang juga Dosen Sejarah di UNJ, Humaidi mengatakan, sejarah masuknya Islam ke Jakarta memiliki dua versi, yaitu versi Abdul Aziz dan versi Ridwan Saidi. Pendapat yang populer terkait Islam di tanah Betawi tersebut adalah versi Abdul Aziz. Versi dia, katanya, kala itu Fatahillah menyerbu Sunda Kelapa saat Portugis menjajah Nusantara tahun 1527. Sementara menurut Ridwan Saidi, lanjut Humaidi, Islam masuk ke kawasan Betawi diawali dengan kedatangan Syekh Hasanudin dari Champa tahun 1409.

 

"Adapun pendapat lain yang disampaikan Ridwan Saidi, menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali di tanah Betawi sejak kedatangan Syekh Hasanuddin atau Syekh Quro, seorang ulama yang berasal dari Champa pada tahun 1409 Masehi," katanya di hadapan para mahasiswa seperti pers rilis yang diterima NU Online, Rabu (13/11) pagi.

 

Humaidi menjelaskan perkembangan Islam di Jakarta oleh ulama-ulama masyhur seperti Syekh Hasanudin bisa dibuktikan dengan keberadaan makam keramat di beberapa tempat di DKI Jakarta. Namun, islamisasi penduduk Batavia oleh Syekh Hasanudin hampir sama dengan penyebaran Islam di Jawa dan sekitarnya, yang digunakan adalah pendekatan budaya, sosial dan tradisi masyarakat.

 

"Lokasi makam keramat juga menunjukkan kantong-kantong pemukiman Islam tradisional

 

Pola sebaran makam di Jakarta juga menunjukkan sebuah konstruksi ideologi politik kebudayaan, yakni ketika keraton Jayakarta ditaklukkan," ucapnya.

 

Ia menceritakan bagaimana perlawanan penduduk Jakarta kala itu terhadap kolonialisme. Diawali dengan perlawanan fisik, sampai kepada perlawanan aqidah. Pada saat itu pula kolonial mampu menduduki wilayah Batavia, namun beruntung mereka tidak berhasil mengubah kebudayaan dan agama para penduduk Jakarta.

 

"Saat itu tokoh-tokoh Jakarta mengatakan, kita boleh dikuasai Belanda tapi Aqidah kita jangan sampai dikuasai nya" katanya.

 

Bukti kedua, kata dia, di Jakarta terdapat masjid-masjid tua yang memiliki nilai sejarah dan sampai saat ini masih ada fisiknya.

 

Kontributor: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Aryudi AR