Jakarta, NU Online
Dosen tetap pada Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) Jakarta, Nur Rofiah mengatakan, konsep pernikahan yang ideal menurut ajaran Islam adalah pernikahan yang berlandaskan kesalingan, salah satunya saling mendukung untuk kebaikan bersama.
"Konsep pernikahan dalam Islam mengatur kesetaraan serta kebaikan bagi kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan," katanya pada NU Online, Ahad (19/9).
Ia menyebutkan, anggapan bahwa laki-laki merupakan kepala keluarga sehingga berhak berlaku semena-mena dan membuat istrinya tersiksa merupakan miskonsepsi dan cerminan sistem jahiliyah (bodoh) yang hadir dalam masyarakat atau orang-orang yang belum mengenal konsep mengenai spiritualitas yang sesungguhnya.
Sebab, tutur dia, esensi pernikahan dalam Islam mengedepankan ketenangan jiwa dan kemaslahatan bersama, dalam artian, baik istri maupun suami harus sama-sama mendapatkan itu. "Jadi kalau pernikahan itu menjadikan perempuan propertinya laki-laki, itu berarti melanggar ajaran Islam," ucap penggagas program Ngaji Keadilan Gender Islam (Ngaji KGI) itu.
Alumnus Universitas Ankara Turki ini pun menyatakan bahwa, dalam Islam hubungan suami dan istri yang ideal adalah ketika kedua belah pihak bisa saling bekerja sama menajamkan komitmen mereka untuk melakukan kebaikan dan bertakwa kepada Tuhan. Bukan yang menghamba pada satu sama lain, atau yang membuat pihak lainnya menjadi hamba.
“Komitmen suami istri yang ideal itu dibuktikan dengan bagaimana caranya mereka berdua bisa jadi partner untuk berbuat kemaslahatan baik di dalam keluarga, masyarakat, negara, dan seluas-luasnya," tutur dia.
Diungkapkan, tidak sedikit perempuan yang mengejar dan berpendidikan tinggi, tetapi ketika sudah menikah, mereka mengorbankan semua ikhtiar panjangnya untuk bisa bermanfaat. Kendalanya perizinan suami. Padahal, kata dia, jika melihat pernikahan sebagai bagian dari ajaran besar Islam, maka memahaminya pun harus sesuai dengan misi Islam itu sendiri.
"Kalau kita melihat Islam sebagai sebuah ajaran, dia punya misi untuk menjadi atau mewujudkan sistem kehidupan, termasuk perkawinan, keluarga, negara, masyarakat, dan sebagainya, yang menjadi anugerah bagi semesta. Ibaratnya menjadi anugerah bagi siapa pun yang ada di dalam sistem itu," katanya lagi.
Pernikahan adalah anugerah
Sistem yang dimaksud Rofiah adalah perkawinan sebagai anugerah bagi suami dan istri. Lalu keluarga, anugerah bagi orang tua, anak, saudara, dan seterusnya. Begitu pun masyarakat, termasuk negara dan seluruh warganya tanpa kecuali. Ini adalah misi Islam.
"Karenanya, nanti, sistem ini hanya mungkin terwujud kalau manusianya yang menjadi khalifah atau manusia yang diberi mandat, mewujudkan kemaslahatan itu bersama-sama," ujar akademisi kelahiran Pemalang, 6 September 1971 itu.
Ia mengungkapkan, kemaslahatan bersama atau sistem kehidupan yang jadi anugerah hanya mungkin terwujud kalau manusianya berakhlak mulia. Rasulullah juga bersabda, sesungguhnya ia (Rasul) diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia.
Karena itu, Nur Rofiah menegaskan bahwa seluruh ajaran Islam (juga) mesti mengarah ke sana. Rahmat bagi semesta termasuk rahmat bagi perempuan.
"Ini perlu menjadi penekanan karena Islam hadir dalam suatu konteks di mana perempuan di berbagai belahan dunia, terutama di peradaban besar Romawi dan Yunani, itu berada dalam posisi yang sangat dinistakan. Perempuan itu menurut norma sosial adalah milik mutlaknya laki-laki seumur hidup," tegas Nur Rofiah.
"Itu kan artinya perempuan menjadi objek, menjadi benda," sambungnya.
Dalam situasi tersebut, ia menjelaskan, perempuan tidak punya daya apa pun. Hal itu terlihat di Jazirah Arabiyah waktu pertama kali Islam datang. Misalnya, penguburan bayi perempuan hidup-hidup, hingga menjadikan perempuan sebagai harta warisan.
"Kita mesti melihat itu sebagai titik berangkat ajaran Islam. Karena nanti akan kelihatan, apa sih nilai baru yang dibawa Al-Quran, dan nilai apa yang sedang dikritik. Apakah termasuk berkaitan dengan perempuan," jelasnya.
Sepakat pernikahan sebagai anugerah, Nyai Hj Awanillah Amva mengatakan, dalam membangun rumah tangga yang pertama kali harus diketahui dan diperhatikan adalah tujuannya, yakni takwa kepada Allah SWT, sebagai media untuk ibadah, mengikuti sunah Rasul, dan menghasilkan keturunan.
"Sebelum mencapai hal di atas, tentunya kita harus melalui hal yang dinamakan akad nikah. Dalam pernikahan, akad nikah itu wajib karena merupakan salah satu rukun nikah. Akad nikah itu berbeda dengan akad transaksi yang lain seperti jual beli barang, gadai, dan akad yang lain," kata Pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu Arjawinangun, Cirebon itu.
Akan tetapi, lanjut dia, mengenai hal ini, para fuqoha berbeda pendapat tentang masalah akad nikah, apakah termasuk ibahah ataupun tamlik. Ada yang mengatakan sebagai kepemilikan barang, ada yang mengatakan kepemilikan manfaat dan kepemilikan intifaq.
"Dan yang masyhur menurut ulama-ulama Syafi’iyah, yaitu ibahah bukan tamlik," imbuh dia.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin