Nasional

Nyai Sinta Ingatkan Konflik Internal Buat NU Sibuk Urus Struktural, Bukan untuk Layani Umat

Ahad, 21 Desember 2025 | 20:30 WIB

Nyai Sinta Ingatkan Konflik Internal Buat NU Sibuk Urus Struktural, Bukan untuk Layani Umat

Mustasyar PBNU Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dalam momen penutupan Mubes Warga NU di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Ahad (21/12/2025). (Foto: NU Online/Aji)

Jakarta, NU Online

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman mengingatkan bahwa dampak konflik internal membuat energi organisasi tersedot atau sibuk mengurus persoalan struktural, bukan untuk melayani umat.


Hal tersebut disampaikan Nyai Sinta dalam momen penutupan Musyawarah Besar Warga Nahdlatul Ulama 2025 yang diselenggarakan di Ciganjur, Jakarta Selatan, Ahad (21/12/2025).


Nyai Sinta menilai bahwa kiai sepuh yang seharusnya memimpin jamaah dan umat, justru harus menghabiskan tenaga untuk menyelesaikan konflik, sebagaimana terlihat dalam berbagai pertemuan para sesepuh NU di sejumlah daerah.


“Energi para kiai sepuh yang seharusnya digunakan untuk memimpin jamaah dan umat, sekarang juga harus dihabiskan untuk mengurus konflik struktural NU. Seperti yang terjadi dalam pertemuan para sesepuh di Ploso, di Tebuireng, dan hari ini di Yogyakarta. Akibatnya, jamaah NU menjadi bingung: siapa yang harus didengar dan siapa yang harus diikuti,” jelasnya.


Nyai Sinta kemudian mengajak seluruh warga NU untuk kembali merawat persatuan dan menjadikan perbedaan sebagai rahmat, bukan sumber perpecahan. Ia mengingatkan pesan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa Islam melarang perpecahan, bukan perbedaan.


“Padahal sebagaimana disampaikan oleh Gus Dur, agama Islam melarang perpecahan, bukan perbedaan. Ujiannya, perbedaan pendapat yang ada justru memperkaya dan memperluas cakrawala pandang kita untuk menghadapi dan mengonsumsi perkembangan teknologi yang canggih, yang harus kita hadapi dengan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya, sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah bagi generasi muda kita,” ujarnya.


“Perpecahan seperti ini tentu sangat merugikan NU sebagai organisasi keagamaan kemasyarakatan,” tambahnya.

Nyai Sinta mengingatkan bahwa perpecahan di tubuh NU dapat menjauhkan organisasi dari nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah, berdampak pada pengurus, jamaah, hingga bangsa dan negara.


“Sebagai organisasi keagamaan, tentu perpecahan ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai luhur yang bersumber dari ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah tidak dapat kita jaga dan rawat dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana kita harus merawat kebinekaan dan Pancasila,” tegasnya.


Ia menegaskan, tantangan terbesar NU sejatinya adalah menjalankan amanat organisasi sebagaimana tercantum dalam AD/ART, yakni mempercepat kemaslahatan masyarakat, memajukan bangsa, serta meninggikan harkat dan martabat manusia.


Nyai Sinta berharap, Musyawarah Besar Warga Nahdlatul Ulama 2025 dapat melahirkan usulan-usulan strategis yang substantif dan berorientasi pada kemaslahatan umat, bukan semata-mata berkutat pada konflik kepemimpinan.


“Semoga Musyawarah Besar Warga NU 2025 ini dapat menelurkan usulan-usulan strategis yang lebih substantif, bukan hanya membahas konflik kepemimpinan NU belaka. Terutama, semoga Allah senantiasa meringankan langkah kita dalam mengurus NU, jamaah, umat, dan bangsa Indonesia,” pungkasnya.