Warta

Visi 2030 Tercapai jika Kiblat Kita Benar

Sabtu, 24 Maret 2007 | 07:34 WIB

Yogyakarta, NU Online
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) KH Mohammad Maksum menyatakan, "Visi Indonesia 2030” yang disampaikan di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (22/3) lalu, akan tercapai jika program pembangunan diarahkan kepada sistem perekonomian yang berbasis sumberdaya domestik, atau berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia sendiri.

”Visi Indonesia 2030 kemarin di istana itu mencerminkan keperihatinan publik terhadap tidak jelasnya arah Indonesia. Tapi secara substantif saya hanya sepakat dengan misi 2030 itu kalau, dan hanya kalau, kita mau reorientasi pembangunan menuju kiblat yang benar,” kata Maksum kepada NU Online di Yogyakarta, Sabtu (24/3).

t face="Verdana">Visi Indonesia 2030 itu mempunyai empat pencapaian. Pertama, Indonesia akan masuk dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia setelah China, India, AS, dan Uni Eropa. Kedua, pada 2030, sedikitnya 30 perusahaan Indonesia masuk daftar 500 perusahaan besar dunia. Ketiga, adanya pengelolaan alam yang berkelanjutan. Keempat, terwujudnya kualitas hidup modern yang merata.

Namun menurut Maksum, target itu sulit tercapai jika Indonesia tetap mamanjakan high tech intensive-industri (HTI), capital intensive industry (CII), dan skilled laborintensive industry (SLI) yang inputnya adalah modal, teknologi, dan tenaga ahli yang semuanya didatangkan dari luar.

Pemanjaan yang dilakukan pemerintah sangat keterlaluan, melibatkan kebijakan fiskal sampai moneter. Akibatnya, kata Peneliti pada Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, kelayakan HTI, CII dan SLI sangat protektif, kamuflase, dan palsu dengan proteksi rupiah yang over protected. Padahal proteksi ini dapat dipastikan mengebiri daya saing. “kalu sudah begini saya tidak tahu bagaimana cara menyulapnya menjadi raksasa ekonomi,” katanya.

“Jika pemerintah mau merubah pola pikir pembangunan menjadi pro-agro dan SDA domestik yang kita miliki, seperti pertanian, perkebunan, kelautan, dan tambang insyaaallah kedaulatan ekonomi kita akan hebat. Kalau bias industri non-agro ya tidak mungkin itu wong semuanya itu impor-dependent dan hanya layak kalo rupiah diproteksi kog. Kalau masih ngotot dengan pola pembangunan selama ini, pasti makin ditinggalkan negara-negara lain. Itu pilihan,” tegas Maksum.(nam)


Terkait