Balitbang Kemenag

Riyadhul Jannah, Pesantren Mandiri Berkat Sentuhan Bisnis Sang Kiai

Kamis, 9 Agustus 2018 | 01:30 WIB

Riyadhul Jannah, Pesantren Mandiri Berkat Sentuhan Bisnis Sang Kiai

Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Pacet (pp-rijan.ac.id)

Salah satu yang dikupas pada buku Top 10 Ekosantri, Pionir Kemandirian Pesantren yang diterbitkan tahun 2017 lalu oleh Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama adalah kemandirian Pesantren Riyadhul Jannah dalam bidang kuliner.

Pondok Pesantren Riyadlul Jannah terletak di salah satu kecamatan kawasan wisata Segi Tiga Emas yang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Mojokereto. Tepatnya ada di tepi jalan raya Mojosari-Pacet Km 19 Desa Pacet, Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.

Lokasi pesantren yang berada di kaki gunung Welirang, menyajikan panorama alam yang indah, sejuk dan asri di lingkungan sekitarnya. Ditambah tata ruang dan kondisi fisik pesantren yang bersih, indah dan teratur membuat orang merasa betah untuk menikmatinya dan sangat representatif untuk mengaji dan mengabdi. 

Nama Riyadlul Jannah, bermakna pertamanan surga.Pesantren yang berdiri di atas tanah seluas 9.000 meter persegi ini memang terlihat indah dan megah dengan bangunan-bangunan bertingkat. Di atasnya, berjejer kolam yang dipenuhi dengan berbagai ikan hias. Perkebunan pesantren membuat suasana pondok semakin asri. Banyaknya tanaman pangan dan sayuran menyejukkan mata yang memandang. Tidak salah jika pondok ini juga disebut laksana villa di sebuah perbukitan. 

Pondok ini didirikan atas keinginan tokoh-tokoh masyarakat Desa Pacet untuk membuat lembaga pesantren sebagai wadah pendidikan agama di daerah tersebut. Pada tahun 1985, KH Mahfudz Syaubari MA yang sebelumnya telah mengajar di berbagai pesantren di luar Jawa diminta untuk mendirikan pondok pesantren yang menempati sebuah rumah salah satu tokoh masyarakat Pacet.

Kemandirian Pesantren lewat Usaha Kuliner

Pada halaman 31 buku tersebut digambarkan puluhan meja kayu berjejer rapi. Meja-meja cokelat untuk ukuran empat orang itu berdiri di atas karpet merah yang digelar panjang. Di atasnya, aneka hidangan khas seafood sudah tersaji. Gurame asam manis, bawal goreng, ikan bakar hingga cah kangkung siap dilahap para pengunjung yang memilih lesehan. 

Dapur M'riah, nama restoran sea food itu, berdiri megah di Jalan Bhayangkara 108-109, Mojokerto. Dengan andalan menu seafood berbumbu khas Nusantara, resto ini siap berkompetisi dengan rumah makan lainnya. Dapur M’riah bukan resto sembarang. Rumah makan ini merupakan bagian dari unit usaha PT Rjan Dinamis Selaras (RDS). Sebuah perusahaan besar yang didirikan oleh santri. 

Nama Dapur M'riah pun diambil dari gabungan nama kiai dan pesantrennya. M menjadi representasi dari Kiai Mahfudz Saubari sedangkan Riah merupakan singkatan dari Riyadhul Jannah. Sudah ada enam unit Dapur M'riah yang beroperasi. Empat berada di Sidoarjo, satu di Mojokerto lainnya ada di Pontianak, Kalimantan Barat. 

Ada beberapa prinsip Dapur M’riah yang dijadikan fondasi pengelola saat ini. Pertama, resto ini menyeimbangkan sosial, material dan spiritual. Tak heran jika Dapur M'riah punya tiga orientasi yakni bisnis, sosial dan edukasi. 
Visi sosial perusahaan terlihat dari kebijakan manajemen Dapur M’riah menyumbangkan sepuluh persen dari laba untuk aktivitas mikrososial.

Sementara, ada sepuluh persen lainnya diambil dari omzet untuk makro sosial. Aspek pendidikan pun diperhatikan. Buktinya, pengelola manajemen hingga pegawai Dapur M’riah khususnya di Jawa merupakan santri-santri Pondok Pesantren Riyadhul Jannah. Bahan baku produksi pun diambil dari produk pesantren. Termasuk ikan, sayuran dan bumbu-bumbu. 

Meski demikian, pengelola resto juga memperhatikan pengembangan usaha. Tak hanya mempertahankan kualitas produk, pihak manajemen juga mengembangkan bisnis dengan mengundang para investor untuk memperluas cabangnya. Reputasi Dapur M’riah sebagai bagian dari grup besar dengan latar pesantren tak membuat investor ragu untuk menanamkan modalnya. Dengan tingkat pengembalian modal sampai lima tahun, banyak penanam modal yang hendak bermitra bersama Dapur M’riah. 

Padahal, investor harus mengeluarkan kocek senilai lima miliar rupiah untuk ikut memiliki rumah makan itu. Investasi ini digunakan untuk peralatan rumah makan, kitchen set, branding iklan, infrastruktur, seragam karyawan, hingga bahan baku dan grand opening. Terus berkembangnya Dapur M'riah di enam lokasi pun menjadi bukti investor percaya kepada pengelolaan bisnis rumah makan ini. 

Dapur M’riah hanya satu dari unit usaha PT RDS. Di bawah tangan dingin Kiai Mahfudz, perusahaan ini mengembangkan berbagai usaha dari kuliner. Resto cepat saji M2M menjadi unit usaha bisnis lain PT RDS di bidang kuliner. Hanya, sang kiai menggandeng profesional yang sudah berpengalaman puluhan tahun di bisnis fast food dengan brand internasional. Ali Mustofa namanya. 

Ali Mustofa dan temannya, Muhammad Ali (eks manajer Wong Solo) menggandeng Kiai mahfudz untuk merealisasikan resto cepat saji M2M. Melihat peluang pasar yang besar, Kiai Mahfudz pun sepakat untuk menanamkan modalnya di M2M. Dengan catatan, visi dasar PT RDS yakni keuntungan, pendidikan dan sosial harus ikut diadopsi M2M. 

Resto cepat saji dengan bumbu khas Indonesia ini pun kian berkembang. Pada 2015, M2M sudah memiliki gerai di lima kota di Jawa Timur. Satu outlet di Jakarta, satu di Kudus, Jawa Tengah. Hingga 2017, setidaknya ada 40 outlet M2M yang berdiri dengan skema frenchise. 

Tak puas dengan bisnis kuliner, PT RDS mulai merambah bisnis properti. Pihak RDS bekerjasama dengan developer properti syariah, D’Ahsana, untuk mengembangkan hunian di Mojokerto. Pengembang ini bernaung di bawah kontrol Developer Property Syariah Indonesia (DPSI) yang berpusat di Makassar. PT RDS tertarik dengan visi D’Ahsana untuk menciptakan arus properti syariah di Indonesia. (Kendi Setiawan)