Jakarta, NU Online
Rumah ibadah di Indonesia merupakan salah satu karya bangsa sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan. Keberadaannya menjadi saksi nyata perkembangan keagamaan di Indonesia. Mesjid-mesjid kuno yang tumbuh pada era pra-kemerdekaan misalnya, merupakan saksi “bisu” yang memuat sejarah panjang penyebaran Islam serta perlawanannya terhadap kolonial.
Hasil penelitian dari Balitbang Diklat Kementerian Agama menunjukkan kenyataan bahwa rumah-rumah ibadah bersejarah tak terkecuali surau dan masjid kuno yang menjadi obyek penelitiannya telah mengalami perubahan fisik, hilang sebagian identitas keasliannya, atau bahkan dirombak total dalam bentuk arsitektur baru. Hal tersebut tentunya tidak sesuai dan kontra-produktif dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya.
Puslitbang Lektur dan Khazanah keagamaan pada 2012-2015 telah melakukan penelitian terhadap 58 rumah ibadah bersejarah berupa mesjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng di berbagai propinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, NTB, NTT, Bali, Ambon, Maluku Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara (Nias) sebagai upaya untuk melihat kondisi terkini dari rumah ibadah tersebut.
Penelitian tersebut bertujuan mencari informasi terkait, pertama bagaimana asal usul berdirinya rumah ibadah bersejarah dan kondisi masyarakat saat pendiriannya. Kedua bagaimana model arsitektur bangunan dan benda-benda bersejarah yang ada di dalamnya. Ketiga sejauh mana perkembangan rumah ibadah bersejarah sejak pendiriannya sampai sekarang, serta terakhir seperti apa kontribusinya dalam berbagai aspeknya—politik, budaya, dan agama itu sendiri.
Temuan dari penelitian tersebut, rumah ibadah bersejarah di Indonesia pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas dan penuh dengan muatan budaya lokal. Hal itu terepresentasikan dan terlambangkan dalam bentuk arsitektur bangunan bersejarah yang pada umumnya bercirikan arsitektur vernacular di mana ada sintesa antara budaya lokal maupun tradisi pra-Islam dengan budaya Islam.
Terkait dengan fungsi, rumah ibadah bersejarah menempati peran sangat strategis pada masa awal pendiriannya. Utamanya memegang peran penting dalam siklus penyebaran dan perkembangan agama di wilayah kedudukannya. Fungsi penting lainnya juga melingkup kontribusi di bidang pendidikan, sosial, pelestarian adat dan budaya setempat bahkan tak sedikit merupakan tempat strategis pada masa perjuangan membentuk dan menegakkan NKRI. (Mukafi Niam)