Balitbang Kemenag

Terancam Punah, Seni Tradisional Keagamaan Perlu Revitalisasi dan Konservasi

Selasa, 22 November 2016 | 03:32 WIB

Terancam Punah, Seni Tradisional Keagamaan Perlu Revitalisasi dan Konservasi

ilustrasi: hadrah (ist)

Jakarta, NU Online
Hasil penelitian dari Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan (LKK) pada 2013-2015 di sejumlah daerah di Indonesia menemukan bahwa seni budaya keagamaan atau yang sering diistilahi dengan seni tradisional keagamaan merupakan bagian terbesar dari seni budaya tradisional Indonesia, karena kuatnya pengaruh agama di Indonesia. 

Hingga tahun 2015, penelitian ini berhasil mengidentifikasi dan menuliskan sebanyak 1400 nama (jenis) seni budaya keagamaan (seni budaya bernuansa keagamaan) yang meliputi genre seni musik, seni rupa, seni sastra, seni tampil (pertunjukan) dan tradisi ritual keagamaan. Sebagian besar, seni budaya keagamaan yang berhasil diidentifikasi dan dituliskan kembali dalam bentuk/format ensiklopedik, mengalami kondisi hampir punah (sudah tidak dikenal atau jarang sekali ditampilkan).

Penyebab dari hampir punahnya seni tradisi keagamaan dapat diidentifikasi karena sejumlah faktor, diantaranya karena kurang menarik lagi disebabkan oleh munculnya budaya global modern, seperti seni budaya jemblung (cerita wayang monolog), angguk (tarian), bongkel, ebeg, begalan, dan cowongan, dan kedua kurang peroleh perhatian dari pemerintah, dan masyarakat umumnya.

Untuk itu, Balitbang LKK memandang revitalisasi bisa dilakukan melalui program, pertama, penyadaran kolektif kepada masyarakat untuk melihat, menyadari, memperhatikan, dan menghargai keberadaaan dan fungsi seni budaya keagamaan bagi kehidupan masyarakat generasi kini dan mendatang. Kedua penggalakan masyarakat untuk memodifikasi seni budaya keagamaan yang terkesan kuno atau tradisional menjadi seni budaya yang modern, trendy, dan menarik generasi kini. Penambahan instrumen musik, atau pewarnaan dengan alat, gaya, dan lagu, atau polesan asesori bernuansa modern dapat mendongkrak daya tarik seni budaya keagamaan bagi generasai muda dewasa ini. 

Ketiga, pemanfaatan seni budaya keagamaan sebagai bahan pelajaran ekstra kurikuler di berbagai jenjang pendidikan, terutama jenjang pendidikan dasar dan menengah, dan keempat penerbitan/publikasi hasil penelitian dalam bentuk ensklopedi baik berbahasa Indonesia maupun Inggris (Ensiklopedia Seni Budaya Keagamaan Nusantara) yang bagus sehingga bermanfaat bagi pengenalan kekayaan budaya atau peradaban Indonesia bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat global.

Dilihat dari perkembangan penelitian bisa dilacak bahwa pada tahun 2013 (tahapan pertama), penelitian difokuskan pada pemetaan seni budaya di Pulau Jawa. Selanjutnya, pada tahun berikutnya (2014, 2015, dan 2016), penelitian difokuskan ke wilayah luar Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua. Ditargetkan hasil-hasil penelitian tersebut bisa diabadikan dalam bentuk Kompendia Seni Budaya Keagamaan Nusantara— dalam bentuk ensiklopedi, direktori, atau atlas seni budaya keagamaan Nusantara yang akan diluncurkan pada 2017. (Mukafi Niam)