Jakarta, NU Online
Pemerintah melalui Kementerian Agama berupaya keras mewujudkan harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. Sebab itu tema besar mengelola keragaman melalui pemeliharaan umat beragama diangkat dalam International Symposium on Religious Life, Rabu-Jumat (5-7/10) di Jakarta.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Abdurrahman Mas’ud menjelaskan bahwa ada tiga persoalan krusial yang ingin dibahas dalam pertemuan 150 peneliti, akademisi, dan tokoh agama ini, yaitu definisi agama, kriteria agama, dan registrasi agama; penodaan agama dan otoritas yang memutuskan; serta majelis agama, ormas, aliran, denominasi.
Dia menegaskan, rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan nantinya untuk memperkuat dan menyempurnakan RUU Perlindungan Umat Beragama (PUB). Melalui UU PUB, pemerintah bermaksud mengelola kehidupan umat beragama di Indonesia dalam rangka membangun harmoni.
“Fakta bahwa selama ini banyak tindakan intoleransi atas nama agama, pelayanan negara yang seolah hanya berlaku untuk 6 agama saja, kasus penodaan agama, serta menyeruaknya berbagai aliran dan paham agama membuat pemerintah perlu mengelola itu semua secara regulatif,” papar Pak Dur, sapaan akrabnya.
Selama ini, imbuhnya, regulasi yang ada hanya sebatas Peraturan Bersama Menteri (PBM) tahun 2006 dan SKB 3 menteri. Adapun UU No 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama masih banyak kekurangan dan tidak menyatakan secara jelas terkait terminologi agama yang diakui negara atau agama resmi.
Simposium bertema Managing Diversity, Fostering Harmony ini menghadirkan berbagai pakar seperti Robert W. Hefner (Boston University, USA), Gamal Farouq Jibril (Al-Azhar University Cairo, Mesir), Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Selain itu juga digelar diskusi yang akan diisi oleh Ahmad Najib Burhani (LIPI), Syafiq Hasyim (ICIP-PBNU), R. Alpha Amirrachman (CDCC-PP Muhammadiyah), Ahmad Suaedy (Abdurrahman Wahid Center UI), Muhammad Adlin Sila (CDRL-MORA), dan Alimatul Qibtiyah (PSW UIN Yogyakarta). (Fathoni)