Padang, NU Online
Pendidikan dalam situasi apapun tidak boleh terhenti. Pendidikan menjadikan hal terpenting untuk keberlangsungan generasi ke depan yang harus memiliki keilmuan dan spritual yang cukup.
Apa yang telah disampaikan bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara setiap orang adalah guru dan setiap rumah adalah sekolah. Di masa pendemi Covid-19 proses pendidiķan formal yang dilakukan di sekolah yang terjadinya interaksi guru dengan siswa terhenti. Ini menimbulkan tantangan bagi pendidikn di Indonesia khususnya di Sumatera Barat.
Melihat fenomena ini, Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Sumatera Barat mengadakan Diskusi Online Ansor (DOA) untuk negeri Mencegah Covid-19 dengan tema tantangan pendidikan di masa pandemi Covid-19.
Tiga narasumber ditampilkan, masing-masing dosen Sosiologi Universitas Negeri Padang Eka Vidia Putra, Ketua Asosiasi Guru Pendidikn Agama Islam (AGPAI) Rimelfi, dan Pengurus Dewan Pendidikan Sumatera Barat Muhammad Kosim.
Acara diskusi online digelar Jumat (8/5) malam pukul 20.30 WIB dan dibuka Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sumatera Barat Rahmat Tuanku Sulaiman.
Sosiolog Eka Vidia Putra menjelaskan, pandemi Covid-19 yang mewabah di Indonesia menjadi tantangan dalam proses pendidikan hari ini dan ke depannya.
"Dilihat dari legal formalnya, pandemi Covid-19 dengan dilaksanakan pembelajaran jarak jauh tidak ada kaitannya. Jauh sebelum Covid-19 sudah dilaksanakan proses pembelajaran jarak jauh. Tahun 1984 sudah dibuka Universitas Terbuka dengan menggunakan daring. Binus sudah lebih dahulu menerapkan," ujarnya.
Dikatakan, pembelajaran jarak jauh muncul sejak bergulirnya revolusi indusrri 3.0 yang sudah dikenal dengan munculnya era digital. Bukan jarak guru dan pelajar yang jauh tapi audah dilaksanakan menggunakan daring.
"Pendidikan jarak jauh ini sudah lama muncul. Kenapa kita masih mempertahankan pendidikan secara offline. Tuntutan secara institusi dan kelembagaan. Tuntutan pendidikan kita bukan hanya sekedar transfer pengetahuan, tapi juga pendidikan yang mengharuskan adanya tatap muka antara guru dengan pelajar," kata Eka.
Diungkapkan, tantangan pendidikan di masa pandemi Covid-19, dilihat dari pelajarnya mulai SD sampai perguruan tinggi, dari siswa sampai mahasiswa sekarang ini merupakan generasi Z yang sudah mengenal perangkat teknologi semenjak lahir.
Kemampuan generasi Z dalam menggunakan alat teknologi (gadged) tidak diragukan lagi. selagi ada sinyal wifi dan paket internet mereka akan betah berdiam diri di rumah atau di tempat yang mereka senangi," tuturnya.
Disampaikan, proses pembelajaran jarak jauh ini tidak ada hambatan karena kecendrungan generasi dengan menggunakan gadged. Secara psikologisnya generasi Z mengenal perangkat teknologi tapi miskin dengan mengenal konten dan cendrung hanya kepada media sosial dan bermain game.
"Tidak mengenal penggunaan aplikasi yang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Seperti penguasaan untuk presentasi saja masih banyak yang gagap juga dalam mencari hal-hal yang bersifat pengetahuan," katanya.
Berbeda dengan Muhammad Kosim yang menjelaskan tiga hal penting dalam proses pendidikan dalam pandemi Covid-19. Pendidikan dilaksanakan dengan daring di rumah siswa masing-masing.
"Ini mengembalikan peranan orang tua sebagai pendidik utama di rumah. Rumah merupakan tempat proses pendidikan itu sendiri berlangsung dengan orang tua. Kenyataannya tidak semua orang tua yang siap dan mampu untuk melakukannya," ungkapnya.
Orang tua lanjutnya, merupakan sebagai murabi. Kedua adalah guru yang poros utama sebagai pendidik di sekolah. Sekarang pendidikan dilaksanakan dengan daring, bagaimana guru menjadi pendidik dengan daring.
"Kemampuan guru dengan teknologi informasi, inovasi apa yang akan dilakukan guru proses pembelajaran daring. Ini akan menjadi tantangan sebagai guru," jelasnya.
Ketiga, kata Kosim, pemerintah yang menjadi poros utama dalam menyediakan infrastruktur proses pembelajaran daring, infrastruktur tidak siap bagaimana proses pembelajaran daring dapat dilaksanakan dengan baik.
"Kita tidak siap menghadapi proses pembelajaran secara daring. Pandemi Covid-19 memaksa untuk pembelajaran daring inilah tantangan ke depan. Seandainya pendemi ini akan lama berakhirnya," ungkapnya.
Sedangkan Refnemi menyebutkan slogan yang perlu direnungkan adalah secangih apapun teknologi tidak akan mampu mengantikan peran guru yang mampu menyentuh hati siswa. Peran guru tidak tergantikan oleh teknologi.
"Ada pepatah Arab mengatakan, materi ajar itu penting tetapi metode jauh lebih penting. Metode itu penting tapi guru jauh lebih penting. Sedangkan ruh dan jiwa guru itu jauh sangat penting," paparnya.
Disampaikan, pendidikan dan tantangan di masa pandemi Covid-19 adalah dilihat dari guru, siswa, orang tua, dan pemerintah. Tantangan dari pemerintah bahwasanya PBM bukan didesain tapi lebih kepada tuntutan keadaan yang memaksa dilaksanakannya secara daring.
"Apakah pemerintah sudah menyetarakan secara keseluruhan wilayah yang terkoneksi akses secara daring, tentu jawabnya belum. Ini menjadi tantangan dalam melaksanakan PBM secara daring. Bagi guru ini tantangan memberi pengetahuan," pungkas Refnemi.
Kontributor: Armaidi Tanjung
Editor: Abdul Muiz