Pengasuh Pesantren Kauman Lasem Rembang, KH Zaim Ahmad saat berpidato pada pelantikan IPNU, IPPNU, dan GP Ansor di Kudus. (Foto: Istimewa)
Afina Izzati
Kontributor
Kudus, NU Online
Pengasuh Pesantren Kauman Lasem Rembang, KH Zaim Ahmad, menuturkan bahwa pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bagian dari kesepakatan bersama. Awalnya, pada 1935 sebelum Indonesia merdeka kebanyakan ulama bersepakat untuk membuat negara Islam.
“Namun, pada 1945 saat Indonesia merdeka, para ulama bersepakat untuk membatalkan rencana awal itu. Kemudian disepakatilah NKRI,” terang Gus Zaim, sapaan akrabnya, dalam Orasi Kebangsaan dan Pelantikan bersama IPNU, IPPNU, dan GP Ansor Gondoharum, Sabtu (2/10/2021) malam.
Dalam pengajian yang diselenggarakan NU Ranting Gondoharum, Jekulo, Kudus itu, Gus Zaim menjelaskan bahwa ulama dalam memutuskan hal tersebut berkaca kepada sejarah Rasulullah saw ketika memasuki Kota Madinah.
“Beliau masuk ke Madinah tidak begitu saja menjadikannya sebagai Darul Islam. Akan tetapi, darussalam. Madinah negara damai, aman, sentosa. Padahal sebelum Rasulullah masuk Madinah sudah terstrategikan untuk membentuk sesuai cita-cita, yakni negara Islam,” jelasnya.
Cucu pendiri NU KH Ma’shoem Ahmad itu menambahkan, strategi pertama dipasang dengan tinggalnya Rasulullah saw di Masjid Quba selama 14 hari sebelum ke Madinah.
“Ini strategi yang dilakukan untuk mengamati Islam di Madinah dari tempat lain yang jaraknya tidak terlalu jauh. Karena waktu itu memang di Madinah sudah banyak yang memeluk Islam melalui perantara orang-orang yang selesai bai’at di Mina,” tuturnya.
Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah itu mengungkapkan, setelah membangun Masjid Quba dan mukim beberapa waktu di masjid tersebut, Rasulullah melanjutkan perjalanan ke Madinah dan tinggal di rumah Abu Ayyub hingga tujuh bulan lamanya.
“Ini termasuk strategi Rasulullah. Setelah masjid selesai dibangun, barulah dibentuk negara Madinah Darussalam. Karena masih ada orang-orang Madinah yang non Muslim, seperti kaum Nasrani, Majusi, Qibthi, dan Bani Israil, meski totalnya hanya satu hingga dua persen saja,” ungkapnya.
Gus Zaim melanjutkan, begitu pula yang dilakukan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) yang waktu itu penduduk Indonesia 90 persen Muslim, kiai, dan santri. Sebab, kenyataannya masih ada 10% non Muslim.
“Untuk menghargai pimpinan non muslim, maka dibentuklah kesepakatan NKRI. Islam sendiri menempatkan kesepakatan di posisi tertinggi. Jika sudah ada kesepakatan sekalipun dengan non Muslim, maka Islam tetap menjaga dan menghargai itu,” terangnya.
Gus Zaim menambahkan, karena harga sebuah kesepakatan di Islam sangat tinggi, maka kesimpulannya bahwa bentuk NKRI adalah final.
“Kecuali orang-orang yang membuat kesepakatan itu melanggar. Maka singsingkan lengan baju kalau kita mau tawur. Inilah orang Islam dan inilah orang NU,” tandasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua