Tulungagung, NU Online
Dalam hadits dikatakan bahwa setiap satu abad, ada pembaharu. Artinya, bahwa seorang mujtahid itu adalah suatu kemestian.
Penegasan tersebut disampaikan Ustadz Yusuf Suharto pada Seminar dan Praktik Ijtihad yang digelar Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, IAIN Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (19/11).
"Ijtihad itu mencurahkan kemampuan untuk menghasilkan hukum berdasarkan Al-Qur’an hadits atau dalil yang sifatnya dhanni. Jadi, ijtihad itu pada wilayah furu' atau fiqih, dan bukan pada hal yang qathiy yang sudah jelas," kata dewan pakar Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Center Jawa Timur tersebut.
Dalam penjelasannya, karena pada wilayah dhanni, maka Abu Hanifah berbeda dengan Imam Syafi'i. Imam Syafi'i mensunnahkan qunut dalam Subuh. Riwayat Anas Ibn Malik, yang merupakan di antara sahabat yang paling banyak berinteraksi dengan Rasulullah memakai redaksi ‘ma zala Rasulullah yaqnutu fil fajri hatta faraqad dunia’ atau Rasulullah senantiasa berqunut di shalat Subuh hingga beliau meninggal dunia.
"Imam Syafi'i mempunyai kaidah bahwa yang menetapkan didahulukan atas yang menegasikan atau yuqaddamu al-mutsbit ala an-nafi,” ungkapnya. Hal tersebut didahulukan karena dalam dalil yang menetapkan mengandung tambahnya informasi, lanjutnya.
Dengan demikian, bagi kandidat doktor di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tersebut, ijtihad tidak pernah ditutup. Walau dalam kenyataannya dari era Imam Ghazali hingga saat ini belum ada mujtahid mutlak.
"Namun, bukti bahwa mujtahid mutlak akan ada adalah bahwa di akhir zaman nanti akan ada mujtahid yaitu Muhammad Ibnu Abdillah, yaitu Al-Mahdi yang mana mazhab empat sudah tidak berlaku lagi. Ini artinya bahwa akan ada mujtahid mutlak akhir zaman," ujarnya.
Seminar ini mendapat perhatian dari civitas akademika kampus setempat. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya peserta yang memadati lokasi dan mereka berasal dari berbagai fakultas dan jurusan yang ada.
Kegiatan dibuka oleh wakil dekan, Kutbudin dan didampingi Sekretaris Jurusan Program Studi Hukum Keluarga Islam, Abil Khair Watimena.
Editor: Ibnu Nawawi