Kediri, NU Online
Kabar duka kembali menyelimuti Nahdlatul Ulama dan pesantren di tanah air. Betapa tidak, Senin (10/2) yang bertepatan dengan 16 Jumadil Tsaniyah 1441 H kabar duka kembali datang. KH Ahmad Habibullah Zaini mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Darmo Surabaya, Jawa Timur, innaliliiahi wainna ilahi rajiun.
Kiai yang lahir Agustus 1954 ini merupakan putra kedua dari pasangan KH Zaini Munawir Krapyak dan Nyai Qomariyyah 'Abdul Karim Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur. Saat berumah tangga, dari pernikahan dengan Nyai Qomariyah dikaruniai empat putra. Yakni, Muhammad Rifqi Widodo yang meninggal pada saat masih belia, kemudian almarhum KH Thaha Zaini, KH Habibullah Zaini dan putra bungsunya almarhum Hasan Zaini.
Sejak kecil Kiai Ahmad Habibullah Zaini belajar di bawah asuhan orang tua dan para gurunya di Pesantren Lirboyo. Kemudian melanjutkan nyantri di pesantren yang terletak di Desa Tanggir Kabupaten Tuban Jawa Timur di bawah asuhan KH Muslich 'Abdul Karim.
Usai nyantri di Tanggir, kembali ke Pesantren Lirboyo untuk menikah kemudian berkhidmah dengan mengajar di madrasah dan mengasuh para santri.
Karena sosoknya yang bersahaja, tekun, dan telaten, pada masa kepengasuhan KH Idris Marzuqi, alhmarhum mendapatkan amanah untuk menjadi Kepala Madrasah Hidayatul Mubtadi'in Pesantren Lirboyo. Dan saat ini pun adalah salah seorang pengasuh dari salah satu cabang pesantren tersebut.
Sosok Bersahaja
Dikisahkan dari keponakannya, Ning Hj Tutik Thaha Zaini, bahwa almarhum adalah sosok yang sangat sederhana dan bersahaja. Semuanya dapat tercermin dari cara berpakaian, cara dahar (makan), cara berkomunikasi dengan orang yang ditemuinya. Kiai Habibullah juga merupakan sosok yang wara', selalu berhati-hati dalam persoalan fikih, akhlaknya yang mulia sungguh tampak saat dekat dengan almarhum. Dan ketawadhuan juga dapat terlihat dari bagaimana sikap kala berada dalam satu majlis dengan kiai-kiai yang lain.
Sewaktu menjadi wali nikah Ning Tutik dengan Gus Rozin Sahal Mahfudh Kajen, sikap tawadlu terlihat pada saat momen makan bersama di ndalem KH Sahal Mahfudz. Pada kesempatan makan berlangsung beliau berinisiatif mengambilkan nasi ke piring kiai-kiai yang berusia lebih sepuh (tua). Sikap tawadlunya juga sungguh terlihat dalam majelis Ngaji Kamis Legi yang diasuh oleh KH Anwar Manshur untuk para alumni pada tahun-tahun terakhir ini.
Kala dalam kondisi sehat, Kiai Ahmad Habibullah Zaini bersama dengan dzurriyah yang lain selalu ikut mengaji, mendengarkan, menyimak dengan takzim penjelasan kitab karya Syekh Ibnu Athoillah As-Sakandari tersebut.
Kiai Ahmad Habibullah Zaini termasuk sosok yang jarang berpergian. Waktu sehatnya dihabiskan untuk mbalah (baca; ngaji) kitab dan mengasuh para santri. Karena rumahnya pun tepat berada di depan Masjid Lawang Songo Lirboyo.
Pribadinya yang pendiam dan halus akan sangat berbeda ketika madep dampar (baca; sebuah istilah yang lazim digunakan di Pesantren Lirboyo untuk aktivitas mengaji kitab kuning). Bagi Kiai Ahmad Habibullah, mbalah kitab merupakan suatu kebahagiaan tersendiri.
Di bulan Ramadhan almarhum mempunyai kebiasaan ngaji posonan dengan para santri dengan mengkhatamkan kitab-kitab kuning yang tergolong tebal. Jadwal pengajian adalah pagi hingga dzuhur, selepas dzuhur hingga waktu ashar, kemudian dilanjutkan usai 'isya hingga hampir tengah malam.
Di dalam kegiatan mengajar, almarhum selalu berpesan agar santri serius dalam belajar selagi masih muda.
"Kalau sudah tua pasti nambah repot, karena tidak ada orang tua yang tidak repot," tegasnya.
Kontributor: Mallahasyimi
Editor: Ibnu Nawawi