Daerah

Islam Nusantara Bukanlah Barang Baru

Senin, 25 Januari 2016 | 19:30 WIB

Yogyakarta, NU Online
Dalam rangka turut menggemakan Islam Nusantara, komunitas Santri Gus Dur menggelar diskusi dengan tajuk "Islam Nusantara dan Pribumisasi (Antara Madzhab dan Manhaj)", Jum'at (22/01). Diskusi ini merupakan agenda kajian bulanan Gusdurian Jogja (KBGJ) yang digelar rutin di Pendopo Hijau Yayasan LKiS, Sorowajan, Yogyakarta.

Selaku narasumber tunggal, Nur Kholik Ridwan menuturkan, bahwa pada intinya Islam Nusantara itu bukan barang baru. Pada era 80-an dan 90-an sebenarnya Gus Dur telah membahas soal Islam Nusantara. Islam Nusantara telah menjadi landasan filosofi yang telah memiliki pijakan pada tradisi.

"Jauh sebelum itu, dari sisi sejarah, Islam Nusantara pondasinya telah dibangun oleh para misionaris Islam di Indonesia. Dan Islam Nusantara itu sarat akan nilai-nilai. Yakni, nilai-nilai yang dikompromikan dengan tradisi yang berkembang di Indonesia yang berkaitan dengan hubungan-hubungan sosial bukan ritual," paparnya kepada para hadirin yang kebanyakan adalah anak muda.

Yang terpenting dari Islam Nusantara, lanjutnya, adalah terkait dengan nilai-nilainya. Diantara nilai yang dikembangkan dan menjadi bagian dari pribumisasi Islam adalah nilai-nilai saling menghormati meski berbeda pandangan.

"Meski berbeda pandangan tapi penghormatan terhadap rasa kemanusiaan jangan sampai hilang. Selain itu, nilai-nilai yang selanjutnya adalah nilai kemandirian. Karena dengan memiliki kemandirian kita dapat berdaulat dalam arti yang sesungguhnya," katanya kepada sedikitnya lima puluh peserta yang hadir dan antusias dalam diskusi.

Selain itu, kegiatan diskusi ini juga diselingi dengan peluncuran majalah Santri Gus Dur edisi pertama dengan tema "Pribumisasi Islam". (Anwar Kurniawan/Mukafi Niam)