Daerah

Kiai Ahmad Najib Jelaskan Tawasul yang Dianggap Syirik

Senin, 27 Januari 2020 | 00:30 WIB

Kiai Ahmad Najib Jelaskan Tawasul yang Dianggap Syirik

KH Ahmad Najib Afandi (Foto: Erik Alga)

Brebes, NU Online
Majelis Kanzul Ilmi Center (KIC) Talok, Bumiayu, Brebes kembali menggelar pengajian rutinan, Ahad (26/1). Pengajian diisi oleh KH Ahmad Najib Afandi yang mengingatkan kepada para jamaah dalam pengajian rutinannya untuk diselingi dengan Kitab Mafahim Yajibu Antushohhah sebagai penguat akidah Aswaja.
 
Ia menjelaskan tentang uraian tawasul kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw mengingat akhir-akhir ini banyak amalan orang NU yang sering dibidah-bidahkan dan sering disyirik-syirikkan. Menurutnya penting untuk diketahui dasar-dasar amalan yang selama ini dilakukan oleh Nahdliyin.
 
"Betulkan selama ini yang kita lakukan ada dalilnya apa hanya gawe-gaweane para kiai ulama?" kata Kiai Ahmad.
 
Ia mengingatkan kepada para jamaah akan pentingnya tradisi Nahdliyin untuk terus di jaga. Itulah alasannya kenapa kiai Ahmad dalam pertemuan pengajian kali ini mengaji dengan kitab Mafahim dengan mengangkat tema tawasul.
 
Ia menjelaskan, ketika meminta bantuan, meminta pertolongan melalui Kanjeng Nabi. "Bolehkan kita meminta kepada nabi, menghadap kepada nabi, tawasul, tawajuh kepada nabi, boleh atau tidak?" tanya kiai Ahmad yang juga salah satu Pengasuh Pondok Pesantean Al-Hikmah 02, Benda, Brebes.
 
Kiai yang juga biasa disapa Babah Najib itu merasa resah dengan kondisi sekarang karena amaliah NU yang selalu dibid’ah-bid’ahkan dan sering disyirik-syirikkan oleh mereka yang merasa paling pinter dan paling mengerti.
 
Ia menegaskan dalam potongan video yang disiarkan langsung oleh KIC bahwa orang NU sudah menyakini sejak dulu ketika meminta dan berdoa pasti kepada Allah. Apapun persoalan yang di hadapi manusia pasti hanya kepada Allah meminta solusinya. Sejauh ini para jamaah Nahdliyin sudah menyakini hal itu bahwa tidak ada yang diminta kecuali kepada Allah. Karena
hanya Allah yang memberi pertolongan bukan yang lain. 
 
Ia melanjutkan dengan mengutip ayat yang artinya, "Berdoalah kalian kepadaku (Allah) niscaya akan aku terima permohonanmu."
 
Ia melanjutkan dalam penjelasannya bahwa Allah membolehkan kita meminta pertolongan kepada orang lain. Dengan catatan ketika meminta pertolongan kepada orang lain bahwa yang memberikan kekuatan dan pertolongan sejatinya adalah Allah.
 
Ia mencotohkan, ketika orang lelah lalu minta dipijetin pasti minta bantuannya kepada orang lain. Inilah salah satu bentuk tawasul, seandainya ini bukan bentuk tawasul harusnya orang itu minta dipijetin langsung kepada Allah bukan kepada orang lain.  
 
Ia melanjutkan, bahwa Allah membolehkan kita meminta bantuan kepada orang lain. Dengan catatan ketika meminta bantuan kepada orang lain, bahwa yang memberikan kekuatan dan pertolongan adalah Allah.
 
"Ketika meminta pertolongan kepada orang lain bahwa yang memberikan kekuatan, kebisaan, kemampuan kepada orang itu adalah gusti Allah," ungkap Babah.
 
Menurutnya, ketika orang diminta pertolongan oleh orang lain maka harus ditolong. Maknanya, orang yang diberikan kemampuan kepada orang itu oleh Allah artinya boleh untuk dijadikan objek tawasul. Apalagi orang itu seperti nabi, sahabat, tabi’in, para wali dan lainnya.
 
Ia mencotohkan kasus lainya seperti orang sakit lalu dibawa ke dokter. Menurutnya ketika orang sakit harusnya dibawa kepada Allah langsung bukan dibawa ke dokter. Namun karena dokter itu sudah diberi kemampuan oleh Allah maka ia mampu untuk menyembuhkan penyakit. Tapi harus diyakini bahwa yang menyembuhkan penyakit itu sejatinya Allah, dokter hanya sebatas perantara.
 
 
Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Kendi Setiawan