Jakarta, NU Online
Pengasuh Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati, Jawa Tengah KH M Najib Suyuthi menyebutkan bahwa secara keilmuan ayahnya, KH A Suyuthi Abdul Qadir, tersambung kepada Pendiri Nahdlatul Ulama, KH M Hasyim Asy'ari Tebuireng, Jombang.
Masa pendidikan KH Suyuthi di Tebuireng, kata Kiai Najib, berlangsung pada tahun 1924-1926. Kemudian pindah ke Makkah selama lima tahun dan kembali ke Tebuireng tahun 1933-1937. "Masa kedua ini, Kiai Suyuthi diminta juga untuk mengajar," kata Kiai Najib, Sabtu (28/9).
Berbicara pada diskusi dan bedah buku KH A Suyuthi Abdul Qadir Guyangan; Penerus Perjuangan KH Hasyim Asy’ari di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta, Kiai Najib mengatakan kedekatan Kiai Suyuthi dengan Kiai Hasyim seperti ayah dan anak. "Di pesantren biasanya disebut dengan khadim Kiai Hasyim," jelas Kiai Najib.
Di Tebuireng, lanjut dia, Kiai Suyuthi satu angkatan dengan Kiai Dhofir, ipar dari Kiai Ahmad Shiddiq. Kiai Suyuthi punya darah perjuangan yang sama dengan guru yaitu KH Hasyim dalam hal pendidikan dan membina umat. "Kiai Suyuthi ini yatim. Namun, keilmuannya nyambung ke KH M Hasyim Asy'ari," imbuh Kiai Najib.
Karena kedekatan dan jalur keilmuan tersebut, Kiai Suyuthi selalu berpesan kepada para santri dan masyarakat untuk tetap berkiprah di Nahdlatul Ulama.
"Pesan Kiai Sayuthi kepada santri yaitu untuk selalu menjalankan Ahlussunnah wal Jamaah ala thariqati Nahdlatul Ulama. Ini pesan yang selalu disampaikannya," ujar Kiai Najib.
Kiprah Kiai Suyuthi, selain sebagai pendiri Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, juga pernah mengemban amanah sebagai Rais Syuriyah PCNU Pati dengan Katibnya saat itu KH MA Sahal Mahfudh. Kiai Suyuthi punya darah perjuangan yang sama dengan guru yaitu KH Hasyim dalam hal pendidikan dan membina umat.
"Almaghfurlah memiliki peran besar di jamiyah Nahdlatul Ulama, khususnya NU Pati, sekaligus pendiri Pesantren Raudlatul Ulum yang memiliki alumni cukup luas. Hal ini tak lepas karena posisinya sebagai santri Mbah Hasyim," tambahnya.
Pemikiran Kiai Suyuthi tersebut, kini terus dikembangkan oleh Kiai Najib dan Pesantren Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan. Santri Raudlatul Ulum tidak semuanya dari kalangan NU. Akan tetapi, setiap malam Jumat tetap diadakan kegiatan baca al-Barjanzi dan paginya langsung ziarah kubur.
Selain itu, Kiai Suyuthi dikenal sebagai sosok kiai yang sederhana dan dekat dengan masyarakat. Ia juga tidak terlihat sebagai sosok yang memiliki banyak murid dan ahli agama. Tampilan sederhana ini dibawa sejak muda.
"Salah satu pesan Kiai Hasyim ke Kiai Sayuthi yang saya ingat hingga kini adalah perintah untuk berani hidup sederhana (melarat), meskipun sudah jadi tokoh. Ini berarti harus mendahulukan kepentingan umat dari pribadi," cerita Kiai Najib.
Ia melanjutkan, pesan Kiai Hasyim ini terus diajarkan ke santri Raudlatul Ulum seperti ajaran ikhlas. Ini berlaku mulai dari guru hingga ke murid. "Gaji itu urusan yayasan, guru fokus mengajar. Sekarang gaji para guru sudah di atas rata-rata, bagian menyapu saja sudah daftar haji," katanya.
Pesan Kiai Suyuthi lainnya yaitu dalam mencari ilmu tidak mengenal dikotomi antara al-ulum al-dunyawiyah dan al-ulum al-ukhrawiyah. Dalam arti menuntut ilmu itu tanpa batasan. Semua ilmu yang baik boleh dipelajari.
"Efek dari ajaran hidup sederhana ini, saat ini santri kita terbanyak kedua setelah Gontor yang kuliah di Al-Azhar Mesir. Banyak pesantren yang luarnya menarik tapi di dalam bahaya. Tapi, kalau masuk ke pesantren yang latar belakang NU pasti aman," ujarnya.
Kiai Najib berharap agar semua santri dan alumni Raudlatul Ulum mengingat pesan Kiai Suyuthi. "Setidaknya masalah Aswaja," tandas Kiai Najib.
Buku KH A Suyuthi Abdul Qadir Guyangan; Penerus Perjuangan KH Hasyim Asy’ari ditulis oleh Jamal Ma’mur Asmani. Selain bedah buku dan diskusi, kegiatan dirangkai dengan pelantikan Pengurus Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum (Ikamaru) Cabang Jakarta.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan